Euforia.id | Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menegaskan urgensi pembentukan tim Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) di daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Langkah ini dianggap krusial untuk melindungi wilayah timur Indonesia dari ancaman narkoba yang semakin serius.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa Kemenko Polhukam, Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa, menyampaikan hal tersebut saat membuka Rapat Koordinasi Pembentukan Tim Terpadu P4GN di Sorong pada Rabu (10/9/2025).
“Papua bukan hanya sasaran, tetapi juga wilayah strategis yang harus kita jaga. Oleh karena itu, pembentukan tim terpadu P4GN di DOB Papua adalah langkah mendesak dan strategis,” tegas Adhi.
Menurut Adhi, tim terpadu P4GN akan menjadi wadah kolaborasi yang melibatkan pemerintah daerah, aparat keamanan, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial.
Tujuannya adalah memastikan pencegahan, penindakan, rehabilitasi, dan pemberdayaan masyarakat berjalan sinergis dan komprehensif.
Direktur Reserse Narkoba Polda Papua, Kombes Pol. Alfian, mengungkapkan bahwa ancaman peredaran narkoba di Papua sangat mengkhawatirkan.
Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, Polda Papua mencatat lebih dari 200 kasus narkoba dengan ratusan tersangka, termasuk pengungkapan belasan ton ganja.
“Skala peredaran narkoba di Papua sudah sangat mengkhawatirkan. Sinergi lintas lembaga dan partisipasi masyarakat sangat penting sebagai benteng pertama pencegahan,” ujarnya.
Kepala Bidang Pemberantasan dan Intelijen BNNP Papua Barat Daya, Kombes Pol. Muhammad Zakiy, menambahkan bahwa Sorong dan Manokwari sering menjadi pintu masuk ganja dari Papua Nugini, sementara sabu diselundupkan melalui jalur udara dari Makassar dan Medan.
Jaringan ini sangat adaptif, memanfaatkan celah transportasi dan pengiriman, sehingga diperlukan pengawasan ketat.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mendorong pembentukan Tim Terpadu P4GN hingga tingkat kabupaten/kota, serta penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk pemberantasan narkoba yang terintegrasi.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyoroti kebutuhan perluasan layanan rehabilitasi. Administrator Ahli Madya Kemenkes, Elly Hotnida Gultom, mencatat bahwa lebih dari 10 ribu orang telah menerima layanan rehabilitasi sepanjang 2025, namun tiga provinsi baru di Papua belum memiliki institusi penerima wajib lapor.
Kementerian Sosial juga menekankan pentingnya pendekatan sosial berbasis lokal dalam rehabilitasi, dengan melibatkan tokoh adat, agama, dan pemuda.
Kepala Bidang Ketahanan Ekonomi, Seni, Budaya, Agama, Ormas, Kesbangpol Papua, Marci Risa, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk memberantas narkoba.
Sejak 2016, Pemda Papua bersama aparat keamanan, legislatif, dan akademisi telah menandatangani pakta integritas pemberantasan narkoba.
Komitmen ini kembali ditegaskan dalam rapat koordinasi. “Papua harus bebas dari miras dan narkoba. Ini adalah tanggung jawab bersama demi menyelamatkan generasi muda,” tegas Marci.