Jayapura, Euforia.id | Badan Anggaran (Banggar) dan Gabungan Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) menyampaikan laporan dan rekomendasi mereka terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 dalam rapat paripurna, Jumat (19/9/2025).
Laporan tersebut menyoroti beberapa poin krusial, mulai dari penurunan pendapatan hingga alokasi anggaran yang dinilai belum optimal.
Sorotan Badan Anggaran
Pelapor Banggar, Cintiya Talantan, menjelaskan bahwa perubahan APBD ini menjadi bagian dari upaya pengelolaan keuangan daerah.
Dalam laporannya, ia mengungkapkan bahwa realisasi pendapatan daerah pada semester pertama APBD 2025 masih berada di bawah 50%, tepatnya 37,68%. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh ketidakmerataan masa jatuh tempo pungutan yang banyak terjadi di triwulan ketiga dan keempat.
Secara rinci, Banggar mencatat pendapatan daerah turun 6,67% atau sekitar Rp172,19 miliar. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh turunnya pendapatan pajak dan retribusi daerah.
Di sisi lain, belanja daerah naik 6,06% atau sekitar Rp167,48 miliar. Defisit yang terjadi akan ditutupi dengan penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) sebesar Rp481 miliar dan pencairan dana cadangan sebesar Rp44 miliar.
Banggar juga mengingatkan Pemprov Papua untuk lebih selektif dalam penganggaran, mengoptimalkan aset daerah yang masih dikuasai pihak ketiga, serta meningkatkan komunikasi intensif dengan pemerintah pusat. Hal ini penting agar target pendapatan dapat tercapai dan pengelolaan keuangan daerah berjalan efisien.
Rekomendasi Gabungan Komisi
Laporan dari Gabungan Komisi yang disampaikan oleh Bambang Mujiono mengungkapkan bahwa pembahasan Raperda perubahan APBD 2025 ini tidak dapat berjalan optimal.
Pasalnya, materi yang disampaikan terlalu mendesak, sehingga Komisi tidak dapat mempelajarinya secara mendalam.
Komisi I Bidang Pemerintahan menyoroti permasalahan pengangkatan anggota DPRP yang masih menyisakan protes dari masyarakat dan MRP.
Mereka meminta pemerintah daerah memberikan pemahaman atas proses hukum yang sedang berjalan. Selain itu, mereka juga menyoroti masalah mutasi pegawai ke daerah otonomi baru yang masih membebani APBD Provinsi.
Komisi II Bidang Ekonomi memberikan sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan ekonomi rakyat, seperti penyediaan bibit padi gogo dan benih cabai yang tersertifikasi. Mereka juga menyoroti perlunya modernisasi sektor pertanian dan optimalisasi aset-aset daerah yang dapat menyumbang PAD.
Komisi III Bidang Keuangan dan Aset Daerah sepakat dengan Banggar untuk mengoptimalkan penyerapan anggaran dan menata kembali aset-aset daerah, baik di Jakarta maupun kabupaten/kota. Mereka juga menyoroti masalah kelebihan pegawai di setiap OPD yang berdampak pada belanja operasional.
Komisi IV Bidang Infrastruktur menyoroti tingginya komponen belanja operasional (84,77%) di tengah semangat efisiensi, sementara belanja modal hanya 10,84%. Mereka juga meminta klarifikasi terkait utang kepada pihak ketiga di Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang mencapai puluhan miliar rupiah.
Terakhir, Komisi V Bidang Kesejahteraan Rakyat mengungkapkan keprihatinan atas keterlambatan penyampaian dokumen anggaran. Mereka juga menyoroti alokasi anggaran pendidikan yang hanya mencapai 10,77%, jauh di bawah mandat undang-undang 20%. Penurunan anggaran pada sektor kesehatan juga dinilai tidak sejalan dengan semangat pemenuhan standar pelayanan minimal.