Euforia.id | Indonesia mengambil langkah strategis dan ambisius untuk memperkuat daya saing (competitiveness) dalam perdagangan karbon global. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) secara resmi menandatangani sejumlah perjanjian penting dengan lembaga sertifikasi internasional, membuka pintu lebar bagi kredit karbon Indonesia berintegritas tinggi di pasar luar negeri.
Langkah terobosan ini ditandai dengan penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI) dan Verified Carbon Standard (VCS) Program oleh Verra.
Tak hanya itu, KLH/BPLH juga menandatangani Letter of Intent (LoI) untuk kerja sama penggunaan metodologi dengan Puro.earth, serta menerbitkan dokumen panduan bagi pengembang proyek yang melakukan sertifikasi dengan Gold Standard for Global Goals (GS4GG).
Perjanjian-perjanjian ini semakin melengkapi peluang Indonesia, yang sebelumnya telah memiliki MRA dengan Global Carbon Council dan Plan Vivo.
“Langkah strategis ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam membangun pasar karbon yang berintegritas, transparan, dan inklusif,” tegas Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq.
Menteri Hanif menjelaskan, Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang besar pada sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) dan energi. Untuk mengoptimalkan potensi ini, Pemerintah mengembangkan multi-skema dalam implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
MRA tersebut menambah peluang ruang lingkup aksi mitigasi yang dapat dikuantifikasi menggunakan 58 metodologi pada dua sektor untuk pendekatan berbasis alam (nature-based), dan 54 metodologi pada tiga sektor untuk pendekatan berbasis teknologi (technology-based).
Menurut Menteri Hanif, pengembangan multi-skema diharapkan mampu mendorong transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif di tingkat internasional.
“Keunggulan kompetitif hanya dapat diwujudkan dengan membangun pasar karbon yang inklusif, didukung infrastruktur yang transparan dan kuat (robust) untuk menghasilkan kredit karbon berintegritas tinggi,” ujarnya.
Di bawah koordinasi KLH/BPLH sebagai National Focal Point to the UNFCCC, sejumlah capaian konkret penerapan NEK Multi-skema telah diraih. Tercatat 14 project proponent difasilitasi untuk ditransisikan ke skema Pasal 6.4 Persetujuan Paris, sementara 60 project proponent diusulkan dalam kerjasama dengan Jepang untuk skema Pasal 6.2.
Lebih lanjut, melalui skema MRA, terdapat 29 proyek terdaftar di bawah Gold Standard dengan 19 proyek telah berstatus certified design dan menghasilkan sekitar 4,6 juta ton CO₂ kredit karbon. Kerja sama dengan Verra sendiri membuka potensi rata-rata sebesar 17,27 juta ton CO₂eq unit karbon per tahun.
Menteri Hanif memberikan penekanan keras pada integritas sebagai kunci keberhasilan. “Masa depan perdagangan karbon di Indonesia akan ditentukan oleh kredibilitas dan integritas pasar karbon yang kita bangun. Kami ingatkan kepada kita semua bahwa menjaga integritas karbon adalah hal yang sangat penting; tidak boleh satupun diantara kita menimbulkan fraud yang akan merusak integritas karbon Indonesia,” tegasnya.
Dukungan kuat juga disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang menekankan pentingnya transisi menuju energi bersih dan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Saya mendukung penuh dan berkomitmen kuat bersama KLH/BPLH untuk memastikan transisi energi yang adil, menjaga kedaulatan pangan, serta memastikan rakyat mendapat manfaat nyata dari ekonomi hijau dan perdagangan karbon,” tambah Menko Zulkifli.
Indonesia kini tengah mempersiapkan diri tampil dalam UNFCCC Conference of the Parties (COP) 30 di Belem, Brasil, dengan mengusung tema besar “Integritas Pasar Karbon Indonesia”.
Menteri Hanif mengingatkan seluruh manfaat dari implementasi NEK harus dikembalikan untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi dalam pencapaian target NDC Indonesia, sambil menjunjung tinggi kedaulatan bangsa.