Jayapura, Euforia.id | Yusak Aronggear (46) adalah wajah pengabdian yang sunyi di ujung timur Kota Jayapura. Di sebuah Pos Kesehatan Desa Puskesmas pembantu (Pustu) di Kampung Mosso, Distrik Muara Tami, kampung terakhir yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Papua Nugini (PNG), ia berdiri teguh melayani warga.
Ia bukan seorang tenaga kesehatan berlisensi, Yusak adalah relawan yang melanjutkan janji seorang istri. Ia meneruskan tugas almarhumah istrinya, Sonya Korwa, yang selama hidupnya menjabat sebagai Kepala Pustu di sana. Sonya Korwa meninggal dunia pada tahun 2023 di tempat tugas.
”Saya dengan istri, kita itu 2007 sudah mulai tinggal. Sampai Ibu meninggal di situ di 2023,” kata Yusak kepada Euforia.id.
Selama bertahun-tahun, Yusak mendampingi Sonya yang seorang bidan. Ia membantu segala urusan pelayanan, dari memeriksa pasien malaria, mengobati luka, hingga mengurus logistik.
”Waktu itu kita berdua menyadari bahwa itu kita punya tugas. Semua keluarga, saudara, dan orang tua kita. Pelayanan kesehatan kita sebagai tugas yang harus kita emban,” tuturnya.
Setelah kepergian istrinya, Yusak dipercayai oleh Kepala Kampung dan Puskesmas setempat untuk tetap tinggal dan menjaga Pustu.
Ia kini bertindak sebagai “kader penyambung” yang menerima keluhan warga, melakukan pemeriksaan awal, dan melapor ke Puskesmas untuk mendapatkan resep obat.
Sebagai kampung di perbatasan, Mosso kerap dikunjungi warga dari negara tetangga, Papua Nugini. Yusak menegaskan, prinsip pelayanan di Pustu tidak mengenal batas negara.
”Semua. Tetap kita terima. Di mana mereka datang atau apa, tetap pelayanan kita untuk semua orang. Tidak memilih-milih,” tegas Yusak.
Prinsip pelayanan tanpa pandang bulu ini ia yakini karena mereka yang datang adalah “satu keluarga” dengan warga kampung Mosso.
Saat ini, Yusak tetap melayani sambil menanti penempatan tenaga kesehatan yang baru. Warga kampung telah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga besar, dan kedekatannya dengan masyarakat menjadi alasan utama ia dipertahankan di Pustu, meski ia bukan tenaga medis profesional.
”Saya bantu istri. Jadi waktu itu kita punya perjalanan dari tempat tinggal terlalu jauh. Turun naik dari tempat tinggal kita di dok IX itu penuh tantangan dalam perjalanan. Jadi kita putuskan menetap,” ujar Yusak, mengisahkan keputusan mereka untuk menetap dan mengabdikan diri di Mosso.
Hingga saat ini, Yusak Aronggear tetap setia pada panggilan kemanusiaan, memastikan Pustu Kampung Mosso terus membuka pintu bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongan kesehatan, melanjutkan warisan pengabdian sang istri di batas timur Indonesia.











