JAKARTA | Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim melakukan sosialisasi sekaligus diskusi pengembangan aplikasi bernama Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) pada talkshow “SIDIK untuk Mainstreaming Adaptasi Perubahan Iklim” yang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan dan Energi baru terbarukan ke-2 (LIKE-2) di JCC Senayan (11/08/2024).
SIDIK merupakan aplikasi yang dirancang untuk menilai kerentanan dan risiko iklim di tingkat desa di seluruh Indonesia sehingga dapat membantu kementerian dan pemerintah daerah dalam mengembangkan strategi dan rencana aksi iklim.
Dinukil dari siaran pers di laman KLHK, Inspektur Jenderal KLHK Laksmi Wijayanti menyampaikan bahwa SIDIK diharapkan menjadi masukan kebijakan, edukasi, dan berbagai bentuk aplikasi keputusan lainnya baik bagi pemerintah, akademisi, maupun masyarakat.
”Sistem informasi ini baru saja mendapatkan penghargaan oleh PBB pada United Nations Public Service Awards (UNPSA) Juni 2024 lalu. UNSPA merupakan penghargaan tertinggi untuk pelayanan publik dari instansi pemerintah khususnya untuk mendukung capaian SDGs. Pengakuan ini harus kita sosialisasikan karena utamanya dari sistem informasi ini adalah bagaimana implementasinya,” ujar Laksmi.
”KLHK memiliki komitmen kuat untuk kembangkan SIDIK, sejauh ini KLHK telah melakukan asistensi kepada sembilan provinsi, tiga puluh satu kabupaten dan enam belas kota di Indonesia,” sambungnya.
Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Irawan Asaad menyampaikan bahwa identifikasi kerentanan penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Meningkatnya intensitas, frekuensi dan keparahan (severity) bencana hidro meteorologi yang dapat berdampak pada ekonomi, ekosistem dan sosial.
”Dalam konteks tersebut maka SIDIK penting, karena SIDIK dapat mendukung transformasi tata kelola pemerintahan, pengarusutamaan ketahanan iklim, tools pengembangan kapasitas dan penyadartahuan / literasi iklim dan pengembangan sistem informasi dan database terintegrasi data kerentanan Perubahan Iklim,” kata Irawan.
Dalam presentasinya, Kepala Bappeda Kota Pekalongan Cayekti Widigdo mengatakan bahwa sebagian indikator yang digunakan bersumber dari indikator SIDIK. Akan tetapi, karena Kota Pekalongan merupakan wilayah pesisir dengan fokus permasalahan banjir rob, sehingga terdapat indikator spesifik pesisir yang ditambahkan.
Cayekti menyampaikan bahwa SIDIK dimanfaatkan dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim Kota Pekalongan, yaitu untuk menghitung kerentanan terhadap perubahan iklim.
Serta menentukan daftar pilihan aksi adaptasi yang dilakukan dan sebagai dasar penentuan pemilihan aksi sangat prioritas dan aksi prioritas masing-masing kelurahan seperti Program ketangguhan masyarakat, Program Kampung Iklim (Proklim), Kawasan Pesisir Tangguh, Kelurahan Tangguh Bencana, Desa Sehat Iklim, dan Program terkait lainnya.
Pada presentasi terakhir, Dian Afriyanie dari ITB memberikan saran-saran untuk pengembangan SIDIK ke depan, yaitu membangun metodologi untuk menghitung tingkat kerentanan sektor dan mengembangkan analisis tingkat kerentanan berbasis spasial.
Menetapkan indikator kerentanan yang bersifat “Generik” untuk setiap jenis climate-hazard (kontekstual) agar dapat representatif memotret kondisi riil dan dapat dibandingkan antar waktu dan daerah serta pemanfaatan SIDIK sebagai instrumen kebijakan untuk pemberian insentif / disinsentif, perumusan kebijakan / program dan evaluasi program.