Menu

Mode Gelap
Tambah 12 medali, Kontingen Papua Tembus Posisi Kelima Peparnas XVII Para-Angkat Berat Papua Raup 3 Keping Medali Hari Ketiga Peparnas XVII Para-atletik Raih 3 Medali Emas Hari Ketiga Peparnas XVII Dukung Pertumbuhan Bisnis Konsumen di Indonesia, Mitsubishi Fuso Hadirkan Promo Shocktober  Para-atletik Papua Raih 10 Keping Medali di Hari Kedua Peparnas XVII Para-renang Papua Dulang 8 Medali di Hari Kedua Peparnas XVII

Info Papua

Gairah Ekonomi Biru dari Kampung Mayaghaido

badge-check


					Gairah Ekonomi Biru dari Kampung Mayaghaido Perbesar

Komunitas Aifa sedang membuat keramba untuk penampungan kepiting / Sudjarwo 

JAYAPURA | Hujan deras tak membuyarkan semangat Demianus Filho Bubuy bersama beberapa kawannya meski harus mencelupkan separuh badan mereka di perairan berlumpur Muara Kampung Mayaghaido, Distrik Demba, Kabupaten Waropen, Provinsi Papua, Senin (12/8).

Perangkap yang mereka tancap selama dua hari dalam keramba sudah penuh dikerumuni kepiting-kepiting bakau yang siap untuk dipanen. Satu perangkap yang mereka angkat berhasil menjerat tiga sampai empat kepiting dengan berbagai ukuran.

Sejumlah 11 perangkap yang mereka tarik hari itu semuanya terisi penuh. Senyum semringah terlihat jelas pada raut wajah Filho dan lima orang kawannya. Tangkapan mereka itu menggenapi isi dua cool box jumbo yang sudah berisikan puluhan kepiting hidup hasil panen sehari sebelumnya.

“Dua cool box ini yang nanti akan kita kirim langsung ke Jayapura, karena isinya sudah berat sekali, ada sekitar 200 kilo-an,” kata Filho.

Pemuda asli Waropen berusia 26 tahun itu bersama 10 kawannya sudah dua tahun membentuk komunitas Aifa (sebutan kepiting dalam bahasa Waropen). Aifa mereka bentuk sejak Agustus 2022.

Komunitas yang mereka bentuk itu terbilang unik. Fokus mereka mencari kepiting dan menjadi pasar bagi masyarakat setempat yang menjadi nelayan kepiting, ibaratnya seperti pengepul.

Kepiting-kepiting hidup yang mereka tampung dalam cool box itu bukan hanya dari hasil tangkapan mereka sendiri. Tapi juga dibeli langsung dari nelayan kepiting atau masyarakat setempat di Distrik Demba.

Kepiting-kepiting yang sudah dikemas oleh Komunitas Aifa / Sudjarwo

Apa yang dirintis oleh Filho dan 10 kawannya itu perlahan menuai hasil. Pelanggan mereka banyak berasal dari Kota Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua. Sejumlah restoran ternama rutin memesan kepiting dari komunitas Aifa.

“Tentunya dengan kehadiran anak muda seperti komunitas Aifa ini melakukan kegiatan dan pengembangan usaha berdasarkan komoditas unggulan yang ada di daerah itu sangat positif,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua, Iman Djuniawal kepada Euforia.id, Jumat (16/8).

“Jadi kegiatan yang mereka lakukan itu perlu didukung sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap lapangan kerja kemudian peningkatan produksi dan pendapatan hasil.”

Hidupkan Mata Rantai Ekonomi

Demianus Filho Bubuy memutuskan pulang ke kampung halamannya di Mayaghaido, Kabupaten Waropen usai menamatkan kuliahnya di Kota Jayapura pada 2021 silam. Ia menyadari potensi kepiting di daerahnya bisa menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat setempat.

Masyarakat di Kampung Mayaghaido, Kabupaten Waropen, banyak yang menggantungkan hidup sebagai nelayan pencari kepiting. Daerah ini merupakan habitat kepiting berkualitas bagus. Hutan mangrove yang mendominasi kawasan tersebut menghasilkan kepiting yang melimpah.

“Saya bentuk komunitas ini karena melihat bahwa peluang ekonomi dari kepiting cukup baik bagi kami yang berada di Waropen. Kami di komunitas Aifa beranggotakan 10 orang dan semuanya anak muda asli kampung sini. Komunitas ini kami rintis mandiri dan pengelolaan keramba secara swadaya,” kata Filho.

Awal memulai, Filho bersama komunitas Aifa urunan menggunakan uang pribadi untuk membeli kepiting hasil tangkapan masyarakat setempat. Modal awal mereka Rp 1,5 juta. Mereka membeli kepiting milik nelayan seikat dengan isi tiga kepiting Rp 25 ribu.

“Waktu kita memulai pertama itu kepitingnya kita ambil dari masyarakat, jadi awalnya itu saya dan teman saya patungan hingga terkumpul sekitar Rp 1,5 juta untuk modal awal kita beli kepiting dari masyarakat,” ujarnya.

Komunitas Aifa yang beranggotakan anak-anak muda itu memang bertujuan untuk membantu dan memudahkan masyarakat atau nelayan pencari kepiting di Distrik Demba yang sebelumnya sedikit kesulitan menjual hasil tangkapan mereka lantaran jumlah pembeli yang tak seimbang.

Pemuda Komunitas Aifa sedang menyiapkan tali pengikat untuk mengemas kepiting yang akan dikirim ke luar Waropen

“Kalau kita tidak berjalan satu sampai dua bulan saja nelayan kepiting di sini kesulitan untuk dapat uang. Mereka menjual kepiting langsung ke kita untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Komunitas ini akhirnya jadi tumpuan juga untuk para nelayan kepiting di kampung ini, karena sebelumnya mereka kesulitan juga mau jual hasil tangkapan mereka di mana,” tutur Filho.

Berbekal relasi yang ia kenal semasa berkuliah di Jayapura, Filho kini punya banyak pelanggan yang sering memesan kepiting dari Waropen. Awalnya, pelanggan hanya memesan sebanyak 50 kilogram.

“Saya dapat relasi di restoran-restoran sea food dan cafe yang berada di Holtekamp dekat jembatan merah Youtefa, Kota Jayapura. Sampai sekarang itu masih berjalan. Pertama mereka minta 50 kg untuk percobaan. Ternyata mereka bilang kualitas kepiting dari Waropen itu bagus, hingga kini sudah rutin berjalan,” kata Filho.

Kini, permintaan pelanggan kepiting dari komunitas Aifa ke Kota Jayapura meningkat menjadi 200-250 kilogram per sekali kirim menggunakan kapal perintis. Pengiriman dilakukan dua kali dalam sebulan.

“Kalau untuk sekarang, kepiting yang biasa kita kirim ke Jayapura itu paling banyak 250 kg, selama hasil tangkapan sedang stabil. Kita kirim dengan jumlah besar supaya ada keuntungan yang didapat,” ujarnya.

Rudi, seorang nelayan pencari kepiting merasa terbantukan dari pergerakan anak muda komunitas Aifa yang memudahkan mereka untuk menjual kepiting. Sebelumnya, ia mengaku kesulitan menjual hasil tangkapannya, sekali pun laku harganya sangat murah.

“Di sini itu banyak kepiting, tapi kami mau jual itu yang susah karena pembeli sedikit. Sekarang kita dapat kepiting kita bisa jual langsung ke kelompok anak muda ini, nanti mereka yang jual dan kirim ke luar Waropen,” katanya.

Kepiting Lezat Pembawa Berkat

Usaha yang dirintis oleh komunitas Aifa telah menghidupkan perekonomian masyarakat pencari kepiting di Kampung Mayaghaido. Nelayan di sana mendapatkan kemudahan dalam memasarkan hasil tangkapan mereka dengan harga yang pantas.

Keuntungan yang didapat dari hasil pengiriman kepiting Waropen ke Kota Jayapura cukup untuk terus memutar roda perekonomian dari komoditas kepiting.

“Kalau di atas 200 kg, itu kita bisa dapat hingga Rp14 juta, tergantung dari pergerakan harga kepiting di pasaran. Kalau sekarang harga kepiting perkilonya Rp80 ribu, jadi sekali kirim kalau 200 kg bisa mencapai Rp16 juta. Tapi penghasilan itu kita pakai lagi separuhnya untuk modal membeli kepiting hasil tangkapan masyarakat dan juga untuk operasional keramba kami,” ungkap Filho.

Kepiting-kepiting yang sudah dikemas

Apa yang dilakukan komunitas Aifa itu tak hanya berdampak pada perekonomian masyarakat, tapi juga turut membantu sejumlah pemuda Kampung Mayaghaido yang sedang berkuliah di Kota Jayapura. Mereka bertugas mengantarkan kepiting-kepiting kiriman dari Waropen ke para pelanggan. Beberapa persen dari hasil penjualan untuk membantu kebutuhan mereka di perantauan.

“Kepiting yang kami kirim ke Jayapura itu akan dijemput oleh teman-teman sekampung kami yang sedang berkuliah di sana. Mereka yang nanti jemput dan antar kepada pemesan. Jadi dari usaha yang kami lakukan ini juga untuk membantu teman-teman kami yang kuliah di sana untuk mendapatkan penghasilan juga dan membeli kebutuhan mereka sehari-hari,” katanya.

Mata rantai ekonomi kian terikat dan saling memberikan manfaat. Para pelanggan dari rumah makan sea food di Kota Jayapura mengakui kepiting bakau dari Waropen punya kualitas yang bagus.

Darwis Massy pemilik Cafe D’Sultan bahkan sudah menjadi pelanggan kepiting kiriman dari komunitas Aifa selama dua tahun berjalan.

“Sudah dua tahun saya pesan kepiting dari sana. Setiap ada kiriman pasti saya beli. Kita bantu perekonomian mereka juga,” kata Darwis yang juga menjabat sebagai anggota DPR Papua.

Pembina komunitas Aifa yang juga selaku Anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Nussy mengatakan rantai ekonomi yang terjalin dari kehadiran komunitas Aifa telah berdampak positif bagi masyarakat Waropen, terutama dalam peningkatan ekonomi masyarakat. Meskipun masih berskala kecil.

“Ada anak-anak sekolah yang terbantu dan para orang tua yang menjual kepiting secara rutin bisa mendapatkan penghasilan. Meskipun kecil tapi berjalan konsisten,” kata Nussy.

Prospek Cerah

Kabupaten Waropen punya potensi perikanan yang melimpah. Jika digarap dengan lebih serius, sumber perikanan di negeri seribu bakau ini bakal turut membantu menopang perekonomian Papua.

Hal itu diakui oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua. Mereka menjadikan Kabupaten Waropen sebagai sentra komoditas kepiting yang diproyeksikan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.

“Kami sudah menetapkan komoditas unggulan di masing-masing Kabupaten kota yang ada di Papua sebagai target produksi daerah, di mana setiap daerah telah memiliki komoditas unggulan sendiri, salah satunya adalah Waropen sebagai salah satu penyumbang komoditas kepiting,” kata Kadis Kelautan dan Perikanan Papua, Iman Djuniawal.

“Sehingga upaya penetapan komoditas itu menjadi sandaran dan standar berkembang dengan memfokuskan kegiatan itu sebagai komoditas sentra masyarakat yang ada di Waropen,” tambahnya.

Kabupaten Waropen sebagai sentra komoditas kepiting menjadi pemicu untuk menggairahkan ekonomi biru yang dapat menghadirkan manfaat bagi semua pihak sesuai apa yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.

“Berdasarkan monitoring kita, produksi kepiting mereka sudah banyak yang ke luar daerah. Dan ini sangat membanggakan.
Secara umum kepiting dari sana sangat berkualitas. Dan ini jelas berkaitan dengan ekonomi biru, sangat berdampak sekali pada perekonomian masyarakat dan pemuda di sana,” katanya.

Keramba penampungan kepiting yang dibuat oleh Komunitas Aifa

Kabupaten Waropen subur akan sumber daya hayati. Kabupaten ini memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi seperti terdapat berbagai jenis ikan pelagis, ikan demersal, udang dan kepiting yang memilki nilai ekonomi.

Berdasarkan hasil monitoring survei hasil penangkapan nelayan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Waropen, ditaksir senilai potensial lestari senilai 142.332 ton/tahun dan upaya optimum penangkapan baru mencapai 19.700 ton atau 13,55 persen. Hasil ini menunjukan kondisi perikanan tangkap di Kabupaten Waropen masih dalam batas normal atau tidak mengalami kelebihan batas tangkap.

Berdasarkan data peta mangrove nasional yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2021, Papua menempati urutan pertama sebagai Provinsi yang memiliki ekosistem mangrove terluas di Indonesia dengan luas 1,63 juta hektare, yang 26.491,03 hektare di antaranya berada di wilayah Kabuaten Waropen.

Ekosistem mangrove yang sangat luas di Kabupaten Waropen menghadirkan prospek menjanjikan di sektor perikanan komoditas kepiting yang dapat berandil dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. (Sudjarwo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Tambah 12 medali, Kontingen Papua Tembus Posisi Kelima Peparnas XVII

9 Oktober 2024 - 19:01 WIB

Para-Angkat Berat Papua Raup 3 Keping Medali Hari Ketiga Peparnas XVII

9 Oktober 2024 - 17:56 WIB

Para-atletik Raih 3 Medali Emas Hari Ketiga Peparnas XVII

9 Oktober 2024 - 16:52 WIB

Para-atletik Papua Raih 10 Keping Medali di Hari Kedua Peparnas XVII

8 Oktober 2024 - 13:38 WIB

Trending di Info Papua