Labuan Bajo – Pelabuhan Waterfront Marina di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sudah terlihat sibuk sejak pukul 06.00. Motoris dan ABK Kapal maupun wisatawan tengah bersiap untuk berwisata ke Taman Nasional Komodo yang berada di seberang lautan.
Terlihat juga sejumlah kapal phinisi, speed boat berukuran sedang hingga yacht berlabuh di Dermaga Pelabuhan Waterfront untuk mengangkut para wisatawan yang hendak melakukan trip.
Cuaca pagi itu, Rabu (7/2/2024), sangat cerah, walau kata sebagian orang bulan Februari bukan waktu yang tepat untuk berkunjung ke kawasan wisata Taman Nasional Komodo karena sedang musim gelombang yang dipicu oleh angin barat.
Saya dan dua rekan wartawan, Cecep dari RRI dan Surya Aditya dari Kaltimkece.id bersama tim humas Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo) beserta rombongan juga sedang menunggu speed boat yang akan kami tumpangi menuju Desa Komodo yang berada di Pulau Besar di Taman Nasional Komodo.
Saya, Cecep dan Surya merupakan pemenang lomba penulisan artikel BAKTI Kominfo 2023 yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan liputan khusus tentang dampak keberadaan sinyal telekomunikasi bagi masyarakat setempat yang dipancarkan dari Base Transceiver Station (BTS) BAKTI Kominfo dan akses internet Bakti Aksi di kawasan wisata premium itu.
Sekitar pukul 7.30, giliran rombongan kami yang berjumlah 14 orang berangkat ke Pulau Komodo menumpangi speed boat. Kondisi laut dan angin sangat bersahabat mengiringi perjalananan kami ke Pulau Komodo.
Speed boat melaju kencang melewati perairan yang teduh di kelilingi gugusan pulau-pulau indah. Dari kejauhan terlihat Pulau Rinca dan Pulau Padar, objek wisata yang juga sudah mendunia.
Setelah sejam lebih, kami akhirnya tiba di Desa Komodo, lebih cepat dari estimasi. Biasanya, perjalanan ke Pulau Komodo bisa menguras waktu dua hingga tiga jam perjalanan. Tergantung cuaca dan gelombang laut.
Speed boat yang kami tumpangi bertambat di dermaga Desa Komodo. Ini pertama kalinya saya memijakkan kaki di Tana Modo (Pulau Komodo dalam bahasa suku Modo). Kami langsung disambut oleh Muhammad Sidik, Kepala Dusun Komodo, mewakili Kepala Desa Komodo.
“Selamat datang di desa kami. Untuk menuju ke site BTS, saya dan adik-adik ranger akan menemani rombongan ini, dan mohon untuk mentaati peraturan yang sudah ditetapkan, termasuk tidak merokok untuk mengantisipasi kebakaran hutan, juga tidak boleh panik saat bertemu komodo,” kata Kepala Dusun.
Setelah mendengar sedikit arahan dari Kepala Dusun dan tim BAKTI Kominfo, berbekal safety helm dan safety vest (rompi) kami langsung bergerak menuju site BTS yang tertancap di sebuah bukit.
Perjalanan kami menuju site dikawal oleh lebih dari dua orang ranger atau penjaga keamanan kawasan Pulau Komodo, karena bukit yang akan kami tuju merupakan daerah lintasan komodo – hewan endemik di kawasan tersebut, yang juga sering dijuluki naga; hewan dalam mitologi.
Keramahan Desa Komodo
“Selamat datang orang Bakti yang punya jaringan internet,” celetuk seorang Ibu yang sedang duduk di teras rumahnya.
Kami berjalan menelusuri lorong permukiman dan disambut dengan senyuman oleh masyarakat di Desa Komodo. Wajah-wajah yang kami jumpai hangat dan bersahabat ketika kami melempar sapa, sembari kaki terus bergerak menuju site BTS yang letaknya berada di sebuah bukit di atas permukiman warga.
Tak kurang dari 5 menit, akhirnya kami sampai di site BTS BAKTI Desa Komodo, bercucuran keringat setelah melewati jalan yang menanjak di bawah terik matahari yang menyengat.
Kami kemudian melangkah masuk ke dalam area site tower BTS bertinggi 32 meter yang dikelilingi oleh pagar kawat.
“BTS Bakti Kominfo ini dibangun sejak tahun 2020 untuk membantu akses jaringan telekomunikasi di Pulau Komodo ini,” kata Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Manggarai Barat, Paulus Setahu, yang juga ikut dalam rombongan kami.
Hanya sebentar kami di sana. Kami harus segera beranjak karena masih ada beberapa tempat yang harus dikunjungi. Sebelum turun dari bukit, kami menyempatkan waktu untuk melihat sang naga, komodo. Beruntungnya kami, sekitar 15 meter dari arah BTS, dua ekor komodo besar sudah menanti di bawah sebuah pohon yang rindang.
“Wah, rombongan kita ini beruntung sekali sudah langsung bertemu dengan dua ekor komodo. Biasanya, wisatawan harus bersabar untuk bertemu dengan komodo, karena hewan ini sering bersembunyi,” sebut beberapa orang yang ikut dalam rombongan kami.
Sama halnya dengan masyarakat Desa Komodo, dua ekor komodo yang kami temui itu terlihat tenang dan nampak ramah menyambut kami. Rupanya dua ekor komodo itu sudah dijinakkan oleh dua orang ranger hanya dengan sebatang kayu yang ujungnya bercabang.
Satu per satu kami dipersilakan mengabadikan momen bersama komodo. Hanya saja, kami sudah diinstruksikan untuk mengambil posisi aman dengan jarak 3-5 meter agar tak membuat si komodo panik dan agresif. Percaya nggak percaya, komodonya seolah sudah paham caranya berpose.
Manfaat BTS Bakti bagi Warga Komodo
Sehabis berteduh dari panas terik matahari, kami menuruni bukit menuju lokasi SD – SMPN Satu Atap Komodo yang letaknya berdampingan dengan permukiman warga.
Di situ, kami mendengar banyak cerita bahwa kehadiran BTS BAKTI, sepaket dengan layanan internet gratis Bakti Aksi telah memberikan manfaat bagi warga setempat, termasuk anak-anak sekolah. Walau aksesnya masih terbatas, namun dampaknya cukup membantu warga di sana.
Kepala Dusun Komodo, Muhammad Sidik mengatakan kehadiran BTS BAKTI yang dibangun pada tahun 2020 lalu sedikit membawa perubahan dalam kehidupan warganya. Juga sangat membantu saat sinyal milik provider lainnya mengalami gangguan.
“Sangat bermanfaat sekali, Desa Komodo sebagai desa wisata sangat membutuhkan akses komunikasi yang baik, dan masuknya BAKTI ini sudah sangat membantu,” kata Sidik.
Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Manggarai Barat, Paulus Setahu juga menyebut kehadiran BAKTI telah memberikan manfaat. Terlebih, akses internet memang sangat dibutuhkan di sana.
“Internet itu sangat penting sekali saat ini, antara kota dan desa itu sekarang sudah tidak ada perbedaan. Jelas manfaatnya ada perubahan,” kata Paulus.
Kepala Sekolah SD dan SMP Satu Atap Pulau Komodo, Abdul Malik juga merasakan manfaat dari kehadiran BAKTI.
“Keberadaan BAKTI ini sebenarnya sangat membantu sekali. Yang pertama ketika sinyal provider mati, harapan satu-satunya warga di sini adalah dari BTS BAKTI ini,” ujarnya.
Seorang ranger muda, Asdar mengaku ia dan rekan sesama ranger maupun masyarakat di Desa Komodo sangat membutuhkan akses telekomunikasi yang baik, dan kehadiran BTS BAKTI dirasa sangat membantu mereka untuk berkomunikasi.
“Penting sekali Pak, kami memang butuh akses komunikasi yang baik di sini. Meskipun ada provider komunikasi yang lain, tapi kehadiran BTS BAKTI juga sangat membantu kami,” kata Asdar.
Bidan Faiza di Puskesmas pembantu (Pustu) Desa Komodo mengatakan pelayanan mereka juga ikut terdampak dari adanya perubahan akses telekomunikasi di sana. Dulu, ia dan rekan sesama perawat harus berjalan ke tepi pantai mencari sinyal agar bisa berkomunikasi ke Labuan Bajo jika ada pasien yang akan dirujuk.
“Dulu jaringan masuk di sini tahun 2017, tapi kendalanya jaringan di Pustu waktu itu masih susah atau putus-putus dan kita dulu harus ke luar ke tepi pantai untuk mendapat jaringan yang lancar. Sekarang akses komunikasi sudah bagus,” ujarnya.
Penambahan Bandwidth
Kepala Dusun Komodo dan Kepala Sekolah SD – SMPN Satu Atap Pulau Komodo berharap ada penambahan kapasitas bandwidth agar akses internet yang diterima bisa lebih maksimal untuk menunjang aktivitas warga di sana.
“Kami berharap nantinya bisa dinaikkan kapasitas bandwidth-nya agar bisa digunakan secara maksimal. Itu harapan kami ke depan, karena semua guru kan sudah dalam program merdeka mengajar, jadi semua lewat aplikasi dan itu belum bisa tercover semuanya,” kata Malik.
Karena kehadiran Bakti sifatnya hanya membantu menopang kebutuhan akses internet di Pulau Komodo yang juga sudah tercover oleh jaringan provider lain, kapasitas bandwidth yang diberikan sebelumnya hanya 2 Mbps.
Project Manajemen Unit (PMU) Akses Internet (AI) BAKTI Kominfo, Andrian Reza mengatakan ada rencana untuk penambahan kapasitas bandwidth di Pulau Komodo. Namun hal itu masih menunggu rampungnya proses migrasi ke satelit Satria-1.
Satelit Republik Indonesia (Satria-1) adalah satelit internet pertama milik Indonesia yang disiapkan untuk mencukupi kebutuhan internet di wilayah 3T (tertinggal, terluar, terdepan).
“Untuk menambah kapasitas bandwidth, saat ini Bakti Kominfo sudah mengintegrasikan satelit yang baru, Satria, semoga nantinya ke depan dalam tahun ini lokasi di sini bisa kita migrasikan ke Satria,” kata Reza.
Proses migrasi ke satelit Satria masih berjalan hingga bulan Agustus mendatang. Rencananya, Pulau Komodo akan mendapatkan tambahan bandwidth hingga 4 Mbps.
“Dari 2 Mbps ke 3 sampai 4 Mbps kalau sudah migrasi dari Satria-1. Tahun ini sampai bulan 8 itu proses migrasi ke Satria. Mungkin ada kenaikan bandwidth-nya,” ujarnya.
BTS BAKTI di Pulau Komodo adalah satu dari 60 site BTS yang telah dibangun dan ditancapkan oleh BAKTI Kominfo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sepaket dengan layanan internet Bakti Aksi dari 251 titik yang tersebar di Manggarai Barat.
“Untuk di Manggarai Barat sampai dengan tahun 2023 itu sebanyak 60 BTS Bakti Kominfo yang tersebar di 164 desa. Jaringan internet bantuan dari Bakti itu sekitar 251 titik yang tersebar di fasilitas kesehatan, pendidikan, masjid, gereja dan juga di beberapa titik spot wisata di Manggarai Barat,” kata Paulus Setahu.
Setelah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 28 Desember 2023 di Talaud, Sulawesi Utara, Satria-1 diharapkan dapat mengikis kesenjangan akses telekomunikasi atau blank spot di daerah 3T di Indonesia.
Dikutip dari data Kominfo, Satria-1 memiliki kapasitas 150 Gbps yang berguna untuk memberikan akses internet di 150.000 titik layanan publik. Dengan total kapasitas transmisi satelit sebesar 150 Gbps, maka setiap titik layanan akan mendapatkan kapasitas dengan kecepatan sampai 1 Mbps.
Operasional Satria-1 juga didukung 11 stasiun bumi atau Gateway, antara lain Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura.
Walau masih ingin berlama-lama di Desa Komodo, bercerita panjang lebar dengan warga di sana, tapi kami harus cepat-cepat kembali menyeberang ke Labuan Bajo. Sebab, kata warga setempat dan beberapa orang dalam rombongan kami, laut akan pasang sehabis tengah hari, dan gelombang tinggi akan menyulitkan perjalanan kami. (Djaps)