“Suasana dalam tim saat itu sama seperti yang sudah-sudah, tapi memang kita akui bahwa kesiapan tim lain mungkin lebih baik.”
JAYAPURA | Tim Mutiara Hitam Persipura Jayapura pernah terjerembab dalam fase sulit di era Liga Indonesia (Ligina) V musim 1998/1999. Kompetisi ini berjalan setahun setelah Indonesia dilanda krisis moneter.
Pada kompetisi itu Persipura nyaris terjun ke kasta kedua, setelah hanya mampu menyelesaikan musim di peringkat kelima.
Kompetisi Ligina V musim 1998/1999 digelar dengan format yang jauh berbeda dengan musim-musim kompetisi Ligina sebelumnya.
Ligina V diikuti oleh 28 tim dan dibagi menjadi 5 grup dengan format grup barat sebanyak 2 grup (grup 1 sebanyak 6 tim, grup 2 sebanyak 5 tim), grup tengah sebanyak 2 grup (grup 3 sebanyak 6 tim, dan grup 4 berisikan 5 tim) dan 1 grup timur yang dihuni oleh 6 tim termasuk Persipura Jayapura.
Aturan degradasinya pun terkesan aneh. Yang mana klub peringkat terbawah dari grup 1 hingga 4 ditentukan melalui babak play off, sementara juru kunci grup 5 langsung terdegradasi.
Persipura yang dua musim sebelumnya berhasil melaju hingga babak semifinal, justru dibuat tak berdaya di awal kompetisi Ligina V.
Kala itu, tim mutiara hitam harus memikul beban berat untuk bisa tetap menjaga eksistensinya di pentas tertinggi sepak bola nasional.
Perjuangan Eduard Ivakdalam dan kolega pun harus melewati jalan yang tak mudah di tengah kepungan klub asal Kalimantan dan Sulawesi yang tak bisa dipandang remeh.
Persipura berada satu grup dengan klub raksasa PSM Makassar bersama Persma Manado, Pupuk Kaltim, Putra Samarinda dan Persiba Balikpapan di grup 5 wilayah Timur.
Kolaborasi Wajah Lama dan Generasi Baru
Setelah melewati masa keemasan di Ligina II dan Ligina III dengan pencapaian babak semifinal dan 12 besar. Performa Persipura Jayapura kian menurun, seiring generasi 1986 dan 1990 yang mulai ditelan usia.
Kondisi tersebut beriringan dengan finansial tim yang sempat goyang pasca badai krisis moneter yang sempat melanda Indonesia di musim 1997/1998.
Nyaris tak ada jejak digital yang merekam perjuangan Persipura di musim Ligina V ini. Namun berdasarkan penuturan penjaga gawang kedua Persipura kala itu, Fison Merauje, Persipura dilatih oleh Hendrik Montolalu dibantu dua asistennya Abdon Rumabar dan Sam Palapessy.
Di masa itu, skuat Persipura diperkuat oleh beberapa wajah lama dan sejumlah pemain baru. Eduard Ivakdalam sudah menjabat sebagai kapten kesebelasan kala itu.
Sementara sebagian besar skuat dari generasi 86 dan 90 sudah tak lagi memperkuat tim seperti Ritham Madubun, Robert Lestuni, Zeth Rumaropen dan sejumlah pemain lainnya. Sedangkan, Ronny Wabia, Fison Merauje, Helconi Hermain dan Chris Leo Yarangga masih memilih setia.
Mereka berkolaborasi bersama sejumlah pemain muda diantaranya Victor Pulanda, Jack Komboy, Ridwan Bauw dan Anthon Youwe, plus Eduard Isir, Alfa Randongkir dan Ferry Sunloi.
Rekor Buruk
Di musim Ligina V ini, Persipura mencatatkan sebuah rekor yang bisa dibilang buruk. Bagaimana tidak, mereka hanya mampu mendulang tiga kemenangan saja dari 10 pertandingan yang dijalani di fase grup.
Itupun diraih oleh Eduard Ivakdalam cs di markas sendiri saat menjamu Persma Manado, PSM Makassar dan Putra Samarinda.
Selebihnya, mereka hanya menghasilkan 3 hasil imbang dan menelan kekalahan sebanyak 4 kali dengan mengalami kebobolan sebanyak 16 gol.
“Ya saat itu memang ada tekanan-tekanan khususnya dari fans persipura. Dan imbasnya ada beberapa pemain kita khususnya pemain muda bermain seolah-olah ada beban berat, takut salah sehingga di lapangan tidak bisa bermain lepas,” ujar eks kiper Persipura, Helconi Hermain.
Hasil tersebut sama seperti yang diraih oleh dua klub asal Kalimantan Timur, Putra Samarinda dan Persiba Balikpapan. Perolehan poin kedua tim tersebut sama dengan yang dimiliki oleh Persipura saat itu.
Beruntung, armada Mutiara Hitam tertolong berkat hasil di laga akhir antara Persiba kontra Putra Samarinda yang berakhir dengan skor 2-0 untuk kemenangan Putra Samarinda.
Hasil itu membuat Persipura gagal terdegradasi karena unggul selisih gol atas Persiba. Sementara tim Beruang Madu saat itu secara otomatis langsung terdegradasi ke kasta kedua.
Mengenang momen buruk itu, Helconi sedikit bercerita bagaimana perjuangan Persipura yang pada akhirnya bisa terhindar dari degradasi.
Menurutnya, apa yang dialami oleh timnya saat itu adalah bagian dari regenerasi skuat, di tengah invasi pemain-pemain asing yang kian deras mengalir di sejumlah klub pesaing.
“Di situ kita mencoba selalu bersama-sama berjuang agar lepas dari tekanan. Dan saya pikir saat itu kita sudah tampil luar biasa karena dengan kondisi yang ada semua pemain saling berjibaku,” kenangnya.
“Suasana dalam tim saat itu sama seperti yang sudah-sudah, tapi memang kita akui bahwa kesiapan tim lain mungkin lebih baik,” pungkasnya.
Andai saja di masa itu Persipura telat panas dan gagal mendapatkan poin tambahan, mungkin saja tim berjuluk Mutiara Hitam itu bisa kembali terdegradasi untuk kedua kalinya.
*) Artikel ini sudah pernah diulas oleh Penulis di Indosport.com