Jayapura, Euforia.id | Matahari baru saja beranjak naik, sinarnya memantulkan cahaya emas di kaca-kaca gedung berlantai 4 yang berada di sisi kiri jalan Sam Ratulangi, APO, Kota Jayapura. Gedung bercat putih itu adalah Galeri Indosat yang kini kembali ramai setelah bertahun-tahun nyaris tak terlihat aktivitas.
Pukul 08.45 WIT, Senin (10/11/2025), bahu jalan di depan Galeri Indosat sudah ramai oleh kendaraan yang terparkir berjejer. Halaman Galeri yang posisinya lebih tinggi dari ruas jalan juga sudah tampak padat oleh sejumlah kendaraan roda dua.
Galeri Indosat yang dulu berwarna kuning itu kini menjadi pusat artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang diberi nama AI Experience Center (AIEC) dan baru diresmikan beberapa bulan lalu, pada 21 Mei 2025 oleh Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria. Kehadiran pusat teknologi canggih di Timur Indonesia itu membawa satu semangat besar— Kitorang Bisa AI.
Beberapa kendaraan yang sudah terparkir berjejer sejak pagi itu, milik sejumlah mahasiswa dan siswa SMA yang berkunjung untuk menimba ilmu dan mempelajari seluk beluk dunia AI.
Hadirnya AIEC di Kota Jayapura tak hanya menjadi etalase infrastruktur telekomunikasi, tapi menjadi bukti pemerataan teknologi digital di seluruh Indonesia. Pusat teknologi canggih itu kini tak lagi hanya bisa dilihat di Kota-kota besar, tapi sudah berdiri megah di ibukota provinsi paling timur Indonesia, Papua.
“Kehadiran AIEC ini menjadi simbol kebangkitan Indonesia dalam era teknologi, di mana seluruh anak bangsa, termasuk di Papua memiliki akses, kesempatan dan daya saing yang setara,” kata Wamen Komdigi, Nezar Patria ketika meresmikan AIEC, Mei lalu.
Di balik kecanggihan AIEC, ada dukungan dari Lintasarta sebagai anak perusahaan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH) yang sudah menapaki usia 37 tahun, jauh sebelum Jayapura mengenal internet cepat. Lintasarta mengemban peran baru sebagai AI Factory.
Merubah Arah Masa Depan Generasi Muda
Tepat pukul 09.00 WIT, pintu AIEC dibuka. Sekelompok mahasiswa dari sejumlah universitas dan beberapa siswa SMA terpilih mulai mengantre untuk masuk ke dalam gedung. Mereka membawa ransel berisi laptop, dan beberapa di antaranya juga terlihat memegang buku diary dan pena untuk mencatat.
Mereka tampak berantusias mengunjungi AIEC, setelah sekian lama ‘haus’ akan akses teknologi kecerdasan buatan yang selama ini hanya bisa mereka pelajari dari buku dan smartphone.
Di dalam ruangan, terlihat layar besar menampilkan simulasi berbasis AI. Layar itu menunjukkan betapa cepatnya analisis yang diproses oleh AI. Fasilitas di AIEC dirancang untuk menampilkan solusi berbasis teknologi AI yang aplikatif.
Mulai dari AI-Powered Upskilling Platform, yang menghadirkan modul peningkatan keterampilan berbasis AI untuk membekali masyarakat, terutama pelajar dengan kompetensi relevan saat memasuki dunia kerja.
Lalu ada AI Smart Education, berupa smart board yang memungkinkan proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan interaktif.
Kemudian Intelligent Healthcare, pemanfaatan AI untuk layanan kesehatan yang dapat menampilkan visualisasi 3D, memungkinkan dokter menjelaskan kondisi pasien dengan cara yang lebih mudah dipahami.
Dan ada pula AI Medical Diagnosis, dirancang untuk membantu dokter mendiagnosa penyakit dengan lebih cepat dan memberikan penanganan yang tepat.
“Ini canggih sekali, biasanya kami hanya lihat saja lewat HP, sekarang kita bisa lihat dan coba langsung di sini,” tutur Stevani (20), mahasiswi Universitas Cenderawasih (Uncen).
Sementara itu, di sisi lain, sebuah robot terlihat ramah menyambut pengunjung. Interaksi robot canggih setinggi 160 cm itu langsung memicu decak kagum sejumlah mahasiswa.
“Aneh, tapi lucu juga karena baru kali ini bisa berhadapan dengan robot dan dia bisa tahu semua apa yang kita tanya,” kata Samuel (21), mahasiswa jurusan teknik informatika dari Uniersitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ).

Tampak seorang mahasiswa sedang mencoba berinteraksi dengan robot canggih di AIEC Kota Jayapura / Sudjarwo – Euforia.id
Fasilitas-fasilitas yang ada itu dengan komputasi yang stabil, bisa meringankan tugas akhir mahasiswa seperti Samuel yang nantinya dapat bermanfaat langsung untuk Papua. Contohnya, mereka bisa mengembangkan sistem peringatan dini bencana alam menggunakan citra satelit, atau membuat algoritma untuk memprediksi hasil panen sagu.
”Materi kuliah tentang deep learning itu hanya teori, sulit dicoba. Tapi sekarang, kami bisa bawa laptop, menyambungkannya ke jaringan di sini, dan langsung menjalankan program dengan data kami sendiri. Ini memangkas waktu belajar kami,” ujar Samuel.
Martha, (17 tahun), siswi SMK di Jayapura yang tertarik dengan dunia kesehatan, tampak berdiri di depan mesin simulasi diagnosa. Ia terkagum dengan kecanggihan mesin yang dijalankan oleh AI itu.
”Di sekolah, kami hanya belajar dasar-dasar. Namun di sini, kami melihat penerapannya langsung. Ini membuat kami yakin, AI bisa menjadi alat bantu di masa depan,” katanya.
Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen), Dr. Oscar Oswald O. Wambrauw, secara khusus berharap generasi muda Papua, khususnya civitas akademika Universitas Cenderawasih, dapat memanfaatkan kehadiran pusat AI itu sebaik mungkin agar semangat semboyan “Kitorang Bisa AI” benar-benar terwujud.
“Kami berharap mahasiswa kami bisa memanfaatkan pusat AI ini agar bisa menunjang pendidikan dan memperkuat pengetahuan teknologi digital mereka,” katanya.
Kedaulatan Digital di Timur Nusantara
Keberadaan AIEC tidak lepas dari peran penting Lintasarta. Selama 37 tahun, peran Lintasarta di Papua sudah berevolusi jauh. Sebagai anak perusahaan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), Lintasarta dikenal sebagai penyedia solusi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) korporat terkemuka di Indonesia.
“Dalam ekosistem AI yang dibangun ini, memang ada keterlibatan Lintasarta sebagai anak perusahaan dari Indosat Ooredoo Hutchison,” kata Nataziah, Communications circle Kalisumapa Indosat.
Layanan utama Lintasarta sangat komprehensif, mencakup konektivitas (seperti jaringan serat optik dan VSAT), layanan komputasi awan dan pusat data, serta solusi keamanan siber terkelola.
Secara historis, tugas Lintasarta di Papua sangat krusial, menjangkau tempat-tempat sulit, menghubungkan perusahaan, bank, dan pemerintah lewat jaringan satelit (VSAT) di wilayah yang tidak terjangkau kabel serat optik. Peran ini sangat penting untuk membangun fondasi koneksi dasar di wilayah timur.
Namun, hari ini, peran yang mereka emban bertambah. Lintasarta tidak hanya sebagai penyedia koneksi. Mereka kini bertransformasi menjadi pabrik penghasil kecerdasan buatan (AI Factory), mendukung penuh gerakan AI Merdeka dalam mendorong lahirnya solusi AI yang inovatif di seluruh negeri.
“Ini adalah perubahan fokus teknis. Di Jayapura, kami tidak lagi hanya berkutat dengan kecepatan internet, tapi juga tentang daya komputasi,” jelas Ruslianto, seorang teknisi.
Keputusan menempatkan pusat data kecil di AIEC adalah solusi untuk masalah kecepatan dan keamanan data. Misalnya, model AI untuk sebuah simulasi membutuhkan respons cepat.
”Dengan menempatkan daya komputasi dan penyimpanan data langsung di lokasi, kami memangkas waktu tunda ke batas terendah. Inilah yang kami sebut kedaulatan digital. Kami memastikan bahwa data penting dapat diolah sendiri. Inilah yang menjadi inti kontribusi Lintasarta dalam mewujudkan AI Merdeka,” tambahnya.
Di balik dinding putih yang memisahkan ruang pameran dari ruang teknis, ada Yusuf seorang teknisi lainnya yang tengah sibuk mengamati monitor besar di depannya.
Yusuf bertanggung jawab penuh atas sistem listrik cadangan, pendingin ruangan presisi, dan menjaga server fisik yang menjalankan semua program AI. Setiap pagi, Yusuf menjalankan serangkaian prosedur yang ketat. Mulai dari memeriksa log sistem, dan memastikan semua perangkat berjalan optimal.
“Saya harus memastikan fasilitas ini bekerja tanpa henti, 99,99 persen sepanjang waktu. Program AI ini bergantung pada daya komputasi yang harus selalu diawasi,” tuturnya.
Lintasarta mengemban peran baru sebagai AI Factory dari IOH Group, yang diperkuat dengan peluncuran inisiatif strategis AI Merdeka. Gerakan ini bertujuan mengakselerasi adopsi teknologi kecerdasan buatan di Indonesia guna menyambut Visi Indonesia Emas 2045, melalui pengembangan talenta digital unggul dan solusi berbasis AI yang inovatif.
Bayu Hanantasena, President Director & CEO Lintasarta, dalam sebuah kesempatan mengungkapkan, AI Merdeka adalah sebuah gerakan yang fokus pada persiapan talenta digital berkompetensi unggul, yang siap mendukung kedaulatan digital di Indonesia.
“Inisiatif ini merupakan kolaborasi strategis antara Indosat, Lintasarta, dan ecosystem partners untuk menciptakan dampak berkelanjutan dalam ekosistem digital,” ujarnya.
Kehadiran AIEC Jayapura telah mengubah cara media melihat Papua. Para jurnalis teknologi melihat pusat ini sebagai bukti komitmen nyata. Mereka mengakui di balik kecanggihan AIEC Indosat itu ada Lintasarta yang berperan penting di balik layar sebagai AI Factory.
”Pusat ini adalah penanda bahwa AI sudah dibawa serius ke wilayah yang selama ini tertinggal dalam infrastruktur canggih. Lintasarta telah membangun fondasi agar talenta lokal bisa bersaing di tingkat tertinggi,” kata Paulus, seorang jurnalis nasional yang sempat berkunjung ke AIEC.
Ia menuturkan, infrastruktur AI itu memberi semangat baru bagi pelajar dan mahasiswa. Infrastruktur Edge Computing Lintasarta menjamin bahwa program-program yang mereka kembangkan dapat bekerja dengan baik dan digunakan oleh masyarakat luas.















