Jayapura, Euforia.id | Deru mesin kapal memecah keheningan perairan Kabupaten Asmat, Papua Selatan, Minggu (24/8/2025). Perahu besar itu bukan sekadar alat transportasi, kehadirannya mendenyutkan perekonomian dan mengalirkan asa masyarakat di atas sungai-sungai berliku dan laut yang menjadi “urat nadi” salah satu wilayah terluar Indonesia itu.
Pelayaran bersubsidi itu merupakan buah sinergitas antara perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkutan, Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Asmat, yang melahirkan sebuah “jembatan” pembawa harapan, menekan disparitas harga yang selama ini menjadi momok bagi warga.
Berawal dari sebuah tragedi pada tahun 2018, ketika Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak dan Gizi Buruk melanda Asmat. Pemerintah menyadari bahwa akses transportasi yang terbatas menjadi penghalang utama dalam penyaluran logistik dan penanganan kesehatan. Sejak saat itu, langkah konkret pun diambil.
“Kerja sama ini bertujuan untuk menjawab kesulitan, keterbatasan, dan biaya transportasi yang cukup tinggi dalam wilayah Asmat,” ujar Sekretaris Dinas Perhubungan Kabupaten Asmat, Maichel N. Womsiwor A.Md, S.I.Kom, kepada Euforia.id, Senin (25/8/2025).
Ia menjelaskan sinergitas antara Pemerintah Daerah Kabupaten Asmat dan PT ASDP yang didukung oleh Kementerian Perhubungan bertujuan untuk mengatasi tingginya biaya transportasi di Kabupaten Asmat yang 80 persen wilayahnya adalah perairan.
Awalnya, kata Maichel, pemerintah daerah Kabupaten Asmat melalui Dishub menjalin kerja sama dengan hadirnya 5 bus air bantuan dari kemenhub dengan operator PT ASDP. Namun dalam perjalanannya, spesifikasi bus air tidak sesuai dengan karakteristik perairan Asmat yang kemudian perannya digantikan oleh kapal ASDP.
General Manajer ASDP Merauke, Mushar Usman, menegaskan bahwa kehadiran PT ASDP di Asmat, Papua Selatan, adalah sebagai penopang utama kegiatan ekonomi. Untuk melayani masyarakat, terutama di daerah pedalaman.
Itu merupakan bentuk Kontribusi ASDP untuk Rakyat, menghubungkan wilayah antar pulau dan memfasilitasi mobilitas masyarakat serta distribusi barang kebutuhan pokok.
ASDP sebagai BUMN berperan penting sebagai agent of development dengan tugas melayani masyarakat hingga ke wilayah terpencil dan pelosok Indonesia, sehingga mobilitas baik orang maupun barang makin meningkat, dan pada akhirnya akan berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
”Jadi, peran utama ASDP ini kita ditugaskan di Papua Selatan, terutama di Asmat, yaitu untuk memudahkan dan memperlancar aktivitas warga. Artinya, bagaimana supaya bisa menopang kegiatan-kegiatan ekonomi di Asmat,” kata Usman kepada Euforia.id
Supervisi Agats ASDP Merauke, Ahmad Dahlan juga menambahkan kolaborasi erat dengan Dinas Perhubungan (Dishub) setempat menjadi kunci kelancaran operasional. Dahlan menjelaskan bahwa penugasan ini berawal dari permintaan Dishub untuk melayani rute-rute pedalaman.
”Kita selalu berhubungan dengan Dishub karena itu domainnya mereka, makanya kita bekerja sama dengan Dishub dalam hal berkoordinasi menyangkut dengan kelancaran dari pelayanan transportasi air di Asmat,” kata Dahlan.
Mengikis Kesenjangan
Nama Kabupaten Asmat begitu melegenda, dikenal akan warisan budaya dan ukiran kayunya yang telah mendunia. Namun, di balik kesohoran itu, Asmat memiliki tantangan yang unik.
Dijuluki “negeri seribu papan“, wilayah ini hampir tanpa jalan darat. Kondisi geografisnya yang didominasi perairan, rawa, dan lumpur memaksa penduduknya untuk membangun rumah dan jalan panggung di atas air.
Kalau di Kota Agats —ibu kota Asmat transportasi utama menggunakan motor listrik yang melintasi jalan berpapan, berbeda dengan di sejumlah distrik dan kampung lainnya yang harus melewati perairan sebagai satu-satunya jalur penghubung. Dan akses itu sangat terbatas.
Sebelumnya, penduduk hanya mengandalkan perahu cepat (speed boat) atau perahu panjang (long boat) milik pribadi. Ada juga bus air milik pemerintah daerah, BA Se-Os dan BA Fumeripit. Namun jadwal dan kapasitasnya terbatas, dan biayanya tergolong mahal.
“Sebelum ada ASDP, transportasi yang ada hanya angkutan speed boat atau long boat dari masyarakat juga bus air pemda Asmat.
Namun karena biaya yang cukup mahal juga belum terjadwal, serta terbatasnya pelayanan kapal pemda, akses transportasi dalam kabupaten menjadi sesuatu yang sulit dijangkau,” kata Maichel.
Negara kemudian merespons keluhan itu dengan menugaskan ASDP atas permintaan Dishub Asmat sebagai jawaban untuk mengikis kesenjangan transportasi dan daerah terisolir.
Kini, tiga armada ASDP hadir di Asmat, KMP Binar, KMP Kokonao, dan KMP Bambit, yang selalu setia mengarungi perairan Asmat, menjangkau wilayah pelosok yang sebelumnya sulit diakses.
KMP Binar melayani rute Agats menuju Pomako (Timika), Ayam, Warse, dan Yufri. Sementara itu, KMP Kokonao menghubungkan Agats dengan Sawaerma, Mumugu, dan Pomako. KMP Bambit, dengan kapasitas terbesar, berlayar dari Agats hingga Merauke.
Setiap rute yang dilalui kapal-kapal ini telah melalui koordinasi dengan pemerintah setempat, memastikan setiap perjalanan benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Semua distrik kita masuki berdasarkan permintaan dari Dishub atau Pemerintah Kabupaten setempat,” jelas Dahlan.
Dampak kehadiran kapal-kapal ini sangat terasa. Selain membuka akses, tarif yang ditawarkan juga sangat terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah.
“Tarifnya ditentukan oleh perusahaan atau pemerintah setempat, yang mudah dijangkau dan bisa dibeli oleh masyarakat, dan ada dikasih subsidi juga,” tambah Dahlan.
Dengan adanya subsidi, biaya angkut barang dan tiket menjadi jauh lebih murah dibandingkan menggunakan perahu cepat.
“Dampaknya yaitu menekan disparitas harga sembako juga biaya transportasi dari distrik dan kampung yang disinggahi oleh kapal ASDP lebih murah karena operasionalnya disubsidi oleh Kemenhub,” ujar Maichel.
Menggerakkan Roda Ekonomi
Hasan, seorang pedagang kelontong sederhana asal Sulawesi Selatan, kini bisa tersenyum lebar. Perjuangan hidupnya di Agats, ibu kota Asmat, tak lagi sama. Semua berkat “perahu” besar yang kini rutin singgah di dermaga, membawa bukan hanya barang, tapi juga harapan.
Dulu, untuk mengisi stok kiosnya, Hasan harus berjibaku. Ia mengandalkan speed boat kecil dengan tarif yang lumayan mahal. Kadang, satu speed boat tak cukup.
Ia terpaksa menyewa dua sekaligus, bahkan harus bolak-balik hanya untuk mengangkut barang dagangannya yang tak seberapa banyak. Biaya membengkak, tenaga terkuras, dan waktu habis di perjalanan.
”Sekarang sudah lumayan mudah. Memang kita sangat terbantu sekali dengan adanya kapal-kapal penyeberangan ini,” tutur Hasan.
Kehadiran kapal-kapal itu mengubah segalanya. Hasan kini bisa mengangkut barang lebih banyak dalam satu kali jalan. Ongkosnya jauh lebih murah, dan barang dagangannya pun lebih aman. Ia tak lagi harus berjuang sendirian.
”Sangat terjangkau harga tiketnya, dan kita bisa lebih banyak membawa barang. Dulu saya biasa berbelanja sendiri, sekarang karena sudah ada kapal ini, saya bisa membawa beberapa orang untuk menemani,” ujarnya.
Sama halnya dengan Berto. Pengrajin ukiran kayu khas Asmat itu kerap tampil di berbagai iven budaya dengan memamerkan hasil karyanya. Namun, ia kerap menemui tantangan besar yang harus ia hadapi, bagaimana membawa karya-karyanya itu melintasi perairan.
Di sinilah kapal-kapal ASDP hadir sebagai jembatan penting. Berkat bantuan angkutan kapal ini, beberapa karya seni Berto bahkan sudah melanglang buana ke luar daerah.
“Kalau pas ada pesanan yang harus dikirim ke luar daerah kita harus mengangkutnya menggunakan kapal,” katanya.
Kapal-kapal ASDP tak hanya hadir untuk melayani arus penumpang, tapi juga menjadi tumpuan utama bagi para pedagang untuk mengangkut barang dagangan mereka hingga puluhan ton. ASDP mengutamakan pelayanan terbaik, sejalan dengan tujuan besar untuk membangun negara yang maju dan sejahtera lewat inisiatif Transformation for Growth.
“Dengan adanya kapal-kapal kita, perputaran perekonomian di sini alhamdulillah lancar. Biasanya yang rutin menjadi penumpang kita itu pedagang karena mereka harus mengangkut barang jualan mereka,” kata Dahlan.
Kehadiran kapal murah ASDP tidak hanya memangkas biaya transportasi, tetapi juga membuka akses terhadap barang-barang kebutuhan pokok yang tadinya langka dan mahal.
Kesenjangan harga sembako dan barang-barang penting lainnya kini tak terlampau jauh. Anak-anak sekolah bisa mendapatkan buku pelajaran yang layak, masyarakat bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan mendapatkan obat-obatan yang memadai.
Terus Bersinergi Menyatukan Negeri
Pelayaran ASDP di Asmat tidak luput dari sejumlah tantangan. Cuaca dan kondisi perairan yang sangat dipengaruhi pasang surut air kerap menjadi kendala utama yang harus dihadapi. Namun, tantangan ini tidak menyurutkan semangat. ASDP dan Dishub tak pernah putus bersinergi, memperluas jangkauan layanan.
“Tantangan yang kita hadapi dalam pelayanan di pedalaman ini cuma cuaca dan pasang surut air. Itu saja yang biasa menjadi tantangan. Kalau cuaca buruk dalam seminggu pun kita tidak beroperasi. Lagian kalau kita mau berlayar pihak kapal akan mengecek kelayakan operasinya, misalnya ketinggian air,” kata Dahlan.
Sementara itu, Dishub telah mengusulkan pengadaan kapal jenis LCT untuk menjangkau wilayah pesisir. Mereka juga mengusulkan rute baru untuk KMP Binar yang akan menghubungkan Asmat dengan Kabupaten Yahukimo (Papua Pegunungan), yang diharapkan dapat menunjang pasokan logistik sembako.
“Untuk pengembangan rute atau lintasan baru, sementara sedang kami koordinasikan. Tahun 2024 lalu kami menyurat ke Kemenhub tembusannya ke BPTD kelas II Papua di Jayapura untuk pengusulan lintasan baru yaitu untuk KMP Binar yakni Timika-Agats-Waganu-Jinak-Wowi-Suator-Pepera yg juga akan menunjang supplay logistik sembako ke Kabupaten Yahukimo,” kata Maichel.
Sejumlah kebijakan terus digodok oleh Dishub Asmat untuk mendukung pelayanan bersubsidi bagi masyarakat setempat. Selain mendorong operasional bus air untuk melayani distrik dan kampung yang belum tersentuh, mereka juga mengusulkan pengadaan kapal LCT agar bisa menjangkau wilayah pesisir pantai Kabupaten Asmat.
“Tantangan yang kami hadapi adalah cukup besarnya Biaya Operasional Kapal (BOK) sehingga untuk kapal-kapal milik pemda belum dapat dilakukan docking sesuai schedule,” ungkap Maichel.
Bagi ASDP, pelayaran di Asmat bukan hanya sekadar tugas, tapi memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar moda transportasi, tentang Indonesia seutuhnya, potret keberagaman di Timur Negeri. Ada rasa Bangga Menyatukan Nusantara.
”Makna Indonesia seutuhnya sangat terlihat di Asmat. Bhinneka Tunggal Ika benar-benar terlihat di sini, dengan keberagaman yang terjalin dengan baik. Keberagaman ini tercermin dalam aktivitas perekonomian,” ucap Dahlan.
Kehadiran kapal-kapal ASDP di perairan Asmat bukan hanya sekadar jalur transportasi, melainkan urat nadi yang menghidupkan ekonomi, mengikis kesenjangan, dan mewujudkan mimpi tentang Indonesia yang terhubung, dari kota hingga ke pelosok pedalaman.