Menu

Mode Gelap

Ekonomi

Menusantarakan Sagu Papua Lewat Pasar Digital

badge-check


					Camilan berbahan sagu Papua yang diproduksi oleh Basyira Kukis / Erianto - Euforia.id Perbesar

Camilan berbahan sagu Papua yang diproduksi oleh Basyira Kukis / Erianto - Euforia.id

Jayapura, Euforia.id | Hanya dengan sentuhan layar gawai, pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di seantero Indonesia kini semakin mudah mencari pembeli. Kemudahan berkat kecanggihan teknologi itu juga turut melenggangkan olahan pangan lokal menembus etalase nasional.

Seperti yang dirasakan oleh Astia, pemilik Basyira Kukis di Kota Jayapura, Papua. Astia merintis usaha bakery kecil-kecilannya itu sejak 2017 silam.

Bermodal nekat, ia memutuskan merantau dari Jawa Barat ke Papua pada tahun 2015. Setelah dua tahun menetap di Kota Jayapura, ia memberanikan diri untuk membangun usahanya itu.

Sedikit demi sedikit, kue olahannya yang diberi nama bolen pisang banyak diminati oleh penikmat kue di Kota Jayapura. Bolen pisangnya itu meraup banyak pelanggan.

“Saya merintis usaha ini tahun 2017. Di awal-awal itu kami memproduksi bolen pisang, selain itu juga ada brownies panggang,” kata Astia kepada Euforia, Jumat (28/3/2025).

Usahanya itu kian berkembang dan kerap dilibatkan dalam program-program binaan, pelatihan, dan pameran oleh sejumlah BUMN maupun instansi pemerintah.

Beberapa hasil produksinya yang telah mengantongi izin juga sudah dipasarkan di sejumlah retail. Salah satunya di SAGA Mal Abepura, Kota Jayapura.

“Kalau untuk pemasarannya di sini sudah cukup luas. Dan secara konsumen sudah ada pelanggan. Dari program-program binaan saya juga tak hanya mendapatkan ilmu tapi juga relasi,” ujarnya.

Setelah sukses dengan bolen pisang, ia mencoba berkreasi dengan aneka kue lainnya. Ia kemudian melihat peluang untuk membuat jajanan oleh-oleh yang berbahan pangan lokal Papua, seperti keladi dan sagu.

Jangkau Konsumen di Luar Papua

Baru setahun belakangan, Astia dan Basyira Kukis-nya mencoba peruntungan di pasar digital untuk memasarkan kue atau camilan yang ia produksi dari dapur kecil di rumahnya.

Hasil produksinya itu kini menghiasi katalog belanja online di sebuah platform e-commerce atau pasar digital, Shopee.

Astia, pemilik Basyira Kukis saat menunjukkan hasil produksinya yang berbahan sagu / Erianto – Euforia.id

Awalnya, Astia ragu hasil produksinya bisa laku lewat platform Shopee karena jarak Papua yang jauh akan terkendala pada ongkos pengiriman.

Namun tak seperti yang ia duga, kue olahan sagunya yang diberi merek oleh-oleh Jayapura brown chips itu laris manis. Bahkan sudah tak terhitung banyaknya pesanan yang telah dikirim ke Pulau Jawa, Sulawesi, hingga Sumatera.

“Saya tadinya pesimistis kalau jual di Shopee ada yang beli atau tidak, karena ongkir dari Jayapura kan agak mahal. Ternyata ada saja yang beli dan dikirim ke Jawa, Manado, dan ada juga dari Sumatera,” tuturnya.

Sejak aktif di Shopee, omset Basyira Kukis terus meningkat. Untuk camilan brown chips sagu dan sagu biscoti yang dijual dengan harga Rp35 ribu per kemasan, bisa habis terjual 100 – 200 kemasan per sekali produksi.

“Kalau mau dibilang, produk brown chips sagu yang dijual di Shopee ini menjadi penyelamat basyira kukis yang sempat menurun pasca pandemi covid-19. Brown chips ini menjadi salah satu best seller kami,” kata Astia.

Selain dipasarkan secara digital melalui platform Shopee, Brown chips sagu-nya itu juga sudah tersebar pada outlet-outlet yang berada di bandar udara Sentani, Jayapura, dan di bandar udara Nabire, Papua Tengah.

“Yang di bandara itu sekali pasok bisa sampai 100 kemasan, karena kita baru mulai juga. Seminggu biasanya sudah habis terjual,” ujar Astia.

Sagu Emas Papua

Basyira Kukis coba berinovasi membuat olahan kue dengan bahan dasar sagu karena tepung yang dihasilkan dari sagu bisa awet hingga tujuh bulan. Bahan dasar sagu itu ia beli langsung dari tempat pembuatan tepung sagu di Jayapura.

Camilan dengan olahan pangan lokal Papua itu banyak diburu oleh para pelancong dari luar daerah karena menjadi ikon sebagai oleh-oleh khas dari Tanah Papua.

“Produk olahan lokal ini banyak diminati karena ringan dan terjangkau. Kita berinovasi dengan bahan dasar sagu karena awetnya lebih lama dibandingkan dengan tepung biasa. Bisa tahan enam sampai tujuh bulan,” kata Astia.

Kerenyahan dan kelezatan kue olahan sagu Basyira Kukis juga diakui oleh salah satu konsumennya, Erik.

“Yang jelas pasti enak, renyah dan awet. Agak jarang juga dapat olahan kue dari sagu. Kalau ada teman-teman dari luar Papua cari oleh-oleh biasa saya rekomendasikan di sini,” katanya.

Apa yang telah dirintis oleh Basyira Kukis dengan inovasi olahan kuenya yang berbahan dasar sagu itu sejalan dengan program yang dicanangkan oleh pemerintah setempat.

Penjabat Gubernur Papua, Ramses Limbong ikut mendorong UMKM untuk berinovasi menghasilkan olahan makanan berbahan pangan lokal sagu karena dapat memicu peningkatan ekonomi masyarakat tingkat bawah.

“Produk-produk lokal dapat menjadi menu andalan, khususnya untuk sarapan sehingga hal ini juga mendukung keberlanjutan produk lokal,” ujar Limbong.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Jayapura juga menggerakkan program bertajuk Sagu Emas Papua. Program itu sebagai dukungan dan komitmen mereka untuk memajukan UMKM lokal Papua yang produksinya menggunakan bahan pangan lokal seperti sagu.

“Melalui program Sagu Emas Papua diharapkan UMKM olahan pangan lokal mampu meningkatkan mutu dan daya saing produknya serta mendukung perekonomian daerah,” kata Kepala BPOM Kota Jayapura, Hermanto.

Tanah Papua sendiri memiliki potensi perekonomian yang tinggi dari keberadaan hutan sagu. Jika dikelola dengan baik, olahan sagu bisa menjadi sumber PAD bagi Provinsi Papua dan sejumlah kabupaten dengan luas hutan sagu terbesar, di antaranya Sarmi, Merauke, Mimika, dan Jayapura.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK), luas hutan sagu di Papua mencapai 5,2 juta hektar yang diperkirakan berpotensi menghasilkan tepung sagu hingga 15,6 juta ton per tahun.

Platform Digital Kepakkan Sayap UMKM Lokal

Dinas Perindustrian Perdagangan (Disperindg) dan UMK Kota Jayapura mencatat sekitar 17 ribu lebih pelaku UMKM tersebar di Ibu kota Provinsi Papua itu.

Menariknya, sebagian besar sudah aktif memasarkan produk mereka di pasar digital atau platform e-commerce.

“Hampir semua UMKM kami berjualan sudah memanfaatkan platform daring. Mereka cukup familiar berjualan menggunakan teknologi digital,” kata Kepala Disperindag Kota Jayapura, Robert LN Awi.

Ia mengakui, pasar digital kian memudahkan para pelaku UMKM untuk memperluas pasar mereka, bahkan hanya cukup sekadar membuka lapak jualan di rumah.

“Keberadaan platform digital itu sangat mempengaruhi dalam mendongkrak penjualan pelaku UMKM lokal. Tentunya itu sangat membantu meningkatkan pendapatan dan perekonomian mereka,” ujarnya.

Sebagai salah satu platform e-commerce, Shopee tak hanya menjadi tempat untuk transaksi jual beli secara daring. Shopee juga menyediakan program pelatihan serta pendampingan secara online bagi para pelaku UMKM dalam mengembangkan bisnisnya.

Program yang disediakan oleh Shopee yakni
Pendampingan dan Pengembangan UMKM dan Produk Lokal yang menyediakan kurikulum pelatihan terlengkap dan menjangkau 514 Kota dan Kabupaten di seluruh Indonesia.

Program bertajuk Kampus UMKM Shopee itu telah melatih ratusan ribu UMKM di seluruh Indonesia.

Baca Lainnya

Legislator Sarankan Pemprov Papua Buka Kembali Akses Bandara Internasional Biak

17 April 2025 - 10:07 WIB

Komisi II DPR Papua Dorong Pengembangan Ekonomi Papua untuk Meningkatkan PAD

17 April 2025 - 09:20 WIB

Komisi V DPR Papua Datangi FK Uncen Bahas Mahasiswa yang Terancam DO

14 April 2025 - 20:45 WIB

RSU Jayapura akan Diresmikan Juni Mendatang

12 April 2025 - 14:57 WIB

Trending di Kota Jayapura