Jayapura, Euforia.id | Keerom, Kabupaten yang letaknya berdekatan dengan Kota Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua. Namun sebagian wilayah ini juga berbatasan langsung dengan negara tetangga, Papua Nugini (PNG).
Kabupaten yang dijuluki dengan Negeri Tapal Batas itu merupakan kawasan transmigrasi yang telah dibuka sejak era pemerintahan Presiden RI kedua, Soeharto.
Memiliki tanah yang subur, menjadikan Kabupaten Keerom sebagai daerah yang kaya dengan hasil pertanian. Salah satunya di Kampung Arsopura, Distrik Skanto, yang merupakan penghasil sayuran, cabai, dan bawang merah.
Suyatno, lelaki paruh baya yang sudah bertani sejak masih usia remaja. Ia melanjutkan mata pencaharian itu dari orang tuanya. Lahan seluas lapangan futsal menjadi tempat ia menggantungkan hidup.
Yatno, panggilan akrabnya, kini memanfaatkan lahan miliknya itu dengan menanam cabai. Hasil yang ia dapat cukup untuk menghidupi keluarganya meskipun dalam kondisi panen yang tak menentu.
Cabai hasil panennya itu langsung dibeli oleh pedagang untuk dijual kembali di Pasar Youtefa, Kota Jayapura. Jika musim panen sedang bagus, harga cabai ia lepas Rp 35 ribu per kilogram. Namun jika musim paceklik, harganya bisa menembus Rp 70 ribu – Rp 85 ribu per kilogram.
“Rata-rata kita yang ada di sini (Arsopura) hampir semua menanam cabai. Tapi ada juga yang menanam bawang merah dan sayuran. Untungnya tidak seberapa, tapi pekerjaan ini yang menghidupi kita,” kata Yatno kepada euforia, Senin (17/2/2025).
Sama dengan Yatno, Fransiska juga bekerja sebagai petani. Fransiska bersama suaminya sudah bertani sejak 1999 silam. Kini, ia dan suaminya, hanya menanam cabai dan sayuran di lahan milik keluarganya.
“Saya sudah merantau di sini ikut orang tua transmigrasi tahun 80-an. Saya mengikuti jejak orang tua sebagai petani mulai tahun 99. Sampai sekarang sumber pencaharian kita dari bertani,” katanya.
Asa Cerah dari Pupuk Subsidi
Yatno dan Fransiska, sedikit dari ratusan petani cabai di Kabupaten Keerom yang menggantungkan kehidupan mereka dari ketersediaan pupuk.
Hasil panen mereka bergantung pada jenis pupuk yang digunakan. Dulu mereka hanya menggunakan pupuk buatan atau beli di toko dengan harga yang mahal, namun hasil tanaman mereka tidak efektif dan kurang memuaskan.
“Memang yang menjadi masalah kita petani selama ini ketersediaan pupuk. Kadang kita sudah tanam banyak, tapi pupuk tidak mencukupi dan berdampak pada hasil panen kita,” kata Yatno.
Penyaluran pupuk subsidi sebenarnya sudah menyasar Provinsi Papua. Namun belum tercover seluruhnya. Hingga pertengahan 2024 lalu, penyaluran pupuk subsidi di Papua baru mencapai 20 persen dari total 34.009 ton, dengan alokasi pupuk urea sebanyak 13.941 ton, pupuk NPK 20.042 ton, dan NPK formula khusus 26 ton.
Yatno dan para petani di Kabupaten Keerom akhirnya bisa bernapas lega setelah mendapatkan kunjungan dari PT Pupuk Indonesia, akhir tahun lalu.
Kunjungan yang dihadiri langsung oleh Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi itu memberikan angin segar bagi para petani di Papua. Rahmad menyampaikan pasokan pupuk subsidi untuk Papua aman dengan alokasi 34 ribu ton.
“Kami hadir di Papua untuk memastikan pupuk bersubsidi agar bisa sampai kepada masyarakat khususnya para petani di Indonesia,” kata Rahmad.
Demi menjaga asa para petani di Papua agar dapat mewujudkan swasembada pangan yang dicetuskan oleh pemerintah pusat, Rahmad mengungkapkan PT Pupuk Indonesia juga telah membangun pabrik pupuk urea di Fakfak Provinsi Papua Barat.
“Ini sangat penting ada pabrik pupuk di Papua. Kita lihat sejarah pabrik pupuk itu hanya ada di luar Papua seperti di Jember, Gersik, Jawa Barat dan daerah lainnya. Kalau di Papua sumber bahan baku melimpah sehingga di bangun pabrik pupuk dengan ada pengembangan pertanian,” ujar Rahmad.
Kini, dengan adanya pupuk subsidi yang disalurkan oleh Pupuk Indonesia, Yatno dan para petani Keerom bisa menikmati harga pupuk yang jauh lebih murah berdasarkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No.644/KPTS/SR.310/M/11/2024 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2025 yang diteken oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pada 19 November 2024.
Untuk pupuk urea, pemerintah menetapkan HET di level Rp2.250 per kilogram. Kemudian, pupuk NPK dipatok sebesar Rp2.300 per kilogram dan pupuk NPK untuk kakao ditetapkan sebesar Rp3.300 per kilogram.
Jadi Lebih Produktif
Kemudahan dalam mendapatkan pupuk bersubsidi kini tak lagi menyulitkan Yatno dan kawan-kawan. Hadirnya sebuah inovasi digital bernama aplikasi I-pubers atau integrasi pupuk bersubsidi memudahkan mereka untuk menebus pupuk. Ia hanya perlu menunjukkan kartu identitas di distributor untuk menebus pupuk bersubsidi.
“Sangat membantu sekali, karena selama ini yah itu kesulitannya mendapatkan pupuk. Tapi dengan adanya inovasi ini semoga lebih membantu kita para petani,” kata Yatno.
Dari adanya pupuk bersubsidi, hasil panen di lahan para petani cabai Kabupaten Keerom diharapkan bisa lebih produktif. Pada akhir tahun 2024 lalu para petani cabai di Kabupaten Keerom menghasilkan sekitar 95 ton cabai rawit dan 70 ton cabai besar, dari total luas lahan 20 hektare tanaman cabai.
Sedangkan cabai yang dihasilkan dari lahan milik Yatno bisa memanen hingga 300 kilogram sekali panen.
“Sekarang untung ada pupuk subsidi. Walau masih terbatas, tapi sudah sangat membantu. Harganya juga jauh lebih murah,” tuturnya.
Produktifitas tanaman cabai diyakini bisa menjadi tulang punggung bagi Provinsi Papua di sektor pertanian. Pemerintah Papua bahkan terus mendorong para petani memanfaatkan lahan mereka untuk menanam cabai karena bernilai potensial tinggi.
Asisten bidang perekonomian, pembangunan dan kesejahteraan rakyat Setda Provinsi Papua, Setyo Wahyudi mengatakan Pemerintah Papua mendorong para petani di Keerom untuk bertanam cabai karena dapat menekan inflasi daerah.
“Kita dorong para petani untuk menanam cabai di lahan produksinya yang kurang maksimal. Sehingga tidak hanya fokus pada tanaman lain agar lebih produktif,” kata Wahyudi.
Produktifitas petani cabai di Kabupaten Keerom turut menggenjot roda perekonomian di Kota Jayapura. Letak kedua daerah yang hanya berdurasi dua jam menghidupkan rantai ekonomi para pedagang cabai di Ibu Kota Provinsi Papua itu.
Irma, pedagang cabai lokal mengaku cabai yang dipanen dari Keerom sangat diminati karena masih dalam kondisi segar. Berbeda ketika dulu dirinya masih bergantung pada kiriman cabai dari luar Papua.
“Cabai dari Keerom sekarang bagus-bagus. Makanya harganya sedikit lebih mahal karena masih segar dan tidak ada yang busuk. Dulu kita jual yang dari luar itu belum dua hari sudah tidak tahan,” kata Irma.
Potret yang berputar setiap harinya dari Negeri Tapal Batas hingga Kota Jayapura itu merupakan hal kecil yang menggambarkan terciptanya swasembada pangan dari ketersediaan pupuk yang mencukupi kebutuhan para petani.
PT Pupuk Indonesia sendiri tak pernah berhenti menyatakan kesiapan mereka untuk berkontribusi pada ketahanan pangan nasional dengan memastikan penyebaran pupuk bagi para petani di seantero negeri.