Euforia.id | Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua.
Demikian bunyi salah satu amar putusan yang dibacakan oleh hakim MK pada sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), Senin (24/1/2025) di Jakarta.
“Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo dilansir dari situs MK, mkri.id.
MK memerintahkan KPU Provinsi Papua melaksanakan PSU Pilgub Papua dengan tetap menggunakan Daftar Pemilih Tetap, Daftar Pemilih Pindahan, dan Daftar Pemilih Tambahan yang digunakan dalam pemungutan suara tanggal 27 November 2024.
Diikuti Pasangan Calon Matius Fakhiri dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen serta pasangan calon baru yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Pasangan Calon Nomor Urut 1 tanpa mengikutsertakan Yermias Bisai.
MK memerintahkan PSU dimaksud harus sudah selesai diselenggarakan dalam tenggat waktu 180 hari sejak putusan ini diucapkan dan menetapkan serta mengumumkan hasil PSU tanpa harus melaporkan kepada Mahkamah.
MK mendiskualifikasi Calon Wakil Gubernur dari Pasangan Calon Nomor Urut 1 (Yermias Bisai) dari kepesertaan dalam Pilgub Papua Tahun 2024 serta menyatakan batal Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor 180 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pilgub Papua Tahun 2024 bertanggal 22 September 2021 dan Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor 184 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Keputusan KPU Provinsi Papua Nomor 183 Tahun 2024 tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Peserta Pilgub Tahun 2024 bertanggal 23 September 2024.
Kejanggalan Surat Keterangan Domisili
Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam pertimbangan hukum Mahkamah menjelaskan, pemenuhan persyaratan calon tidak dapat dilepaskan dari validitas data atau informasi yang disampaikan dalam bentuk kependudukan, in casu data mengenai alamat tinggal atau domisili.
Pemenuhan syarat pencalonan terutama untuk surat keterangan (suket) tidak pernah terpidana dan surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilihnya harus diterbitkan oleh lembaga yang berwenang yakni pengadilan negeri (PN) yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.
Mahkamah mencermati bukti yang diajukan Pemohon dan Pihak Terkait berupa Surat Keterangan Sedang Dicabut Hak Pilihnya atas nama Yermias Bisai Nomor 539/SK/HK/8/2024/PN-JAP dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana atas nama Yermias Bisai Nomor 540/SK/HK/8/2024/PN-JAP bertanggal 20 Agustus 2024.
Telah ditemukan fakta alamat domisili yang digunakan pada kedua dokumen tersebut adalah Jalan Baliem Nomor 8 Dok V Jayapura RT. 003/RW. 002 Kelurahan Mandala Distrik Jayapura Utara. Alamat ini bersesuaian dengan alamat yang tertera pada Surat Keterangan Domisili Nomor 470/670 bertanggal 23 Agustus 2024.
“Menurut Mahkamah, kejanggalan demikian semestinya ditemukan oleh Termohon (KPU Provinsi Papua) pada saat melakukan pemeriksaan atau verifikasi berkas pasangan calon, in casu berkas Calon Wakil Gubernur atas nama Yermias Bisai (Pihak Terkait),” kata Saldi.
Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan, tindakan yang tidak benar berkenaan dengan administrasi kependudukan, baik yang dilakukan dalam upaya memenuhi persyaratan calon maupun tidak, diancam dan dapat dikenai sanksi hukum berupa pemidanaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 94 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Karena itu, ketaatan terhadap pemenuhan atas persyaratan administrasi dan rangkaian prosedur yang telah ditentukan, tidak dapat dipandang remeh dalam mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil.
Jeremy Bentham pernah menyatakan, “prosedur adalah inti dari hukum. Tanpa prosedur yang tepat, keadilan hanyalah bejana yang kosong”. Dengan demikian, validitas dokumen yang bersifat administratif dan ketaatan prosedural sangat berkaitan erat dengan penegakan hukum dan keadilan.