Jayapura, Euforia.id | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua akhirnya mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 menjadi Peraturan Daerah (Perdasi) dalam Sidang Paripurna Kelima, Jumat (19/9/2025).
Meski menerima dan menyetujui, Fraksi Golongan Karya (Golkar) memberikan sejumlah catatan kritis yang menyoroti berbagai isu strategis di Papua.
Dalam pandangan akhir yang disampaikan oleh H. Jayakusuma, fraksi Golkar meminta Pemerintah Provinsi Papua dan DPR Papua untuk serius menanggapi lima poin utama.
Catatan tersebut mencakup penyusunan anggaran, realisasi Otonomi Khusus (Otsus), pengendalian minuman keras (miras), penindakan tambang ilegal, dan optimalisasi aset daerah.
Penyusunan Anggaran dan Isu Strategis
Menurut Fraksi Golkar, penyusunan anggaran daerah harus berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Hal ini penting untuk memastikan penggunaan anggaran yang transparan dan akuntabel. Selain itu, Fraksi Golkar juga mendesak agar segera dilakukan pelantikan dan pengambilan sumpah janji 11 anggota DPR Papua dari jalur pengangkatan untuk periode 2024-2029.
Isu Otsus menjadi sorotan tajam. Fraksi Golkar menilai bahwa Otsus yang telah berjalan 25 tahun belum memberikan dampak signifikan bagi pengusaha asli Papua.
“Kami meminta Pemerintah Provinsi untuk memastikan regulasi Dana Otsus lebih efektif dan tepat sasaran,” ujar Jayakusuma.
Ia juga menambahkan usulan agar para pengusaha Orang Asli Papua (OAP) diberi bimbingan khusus di bidang UMKM dan konstruksi. “Tujuannya agar mereka bisa menjadi ‘tuan di negerinya sendiri’,” tegasnya.
Perbaikan Perda dan Penegakan Hukum
Terkait pengendalian miras, Fraksi Golkar mendorong Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota Jayapura untuk memperbaiki Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang larangan miras di Kota Jayapura.
Fraksi ini menilai peredaran miras mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga toko yang menjualnya harus ditutup.
“Perizinan peredaran seharusnya hanya diberikan di kafe, tempat hiburan, atau hotel berbintang yang terkontrol,” kata Jayakusuma.
Selain itu, Fraksi Golkar juga meminta Pemerintah Provinsi Papua berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk menindak tegas para pengusaha tambang emas ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara.
Fraksi ini juga mendesak Pemerintah Provinsi untuk memaksimalkan penggunaan aset daerah agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan negara bukan pajak meningkat.
Persetujuan Raperdasi APBD 2025 ini menjadi sinyal bahwa DPR Papua akan terus mengawal implementasi anggaran dan memastikan setiap kebijakan yang diambil benar-benar bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat Papua secara keseluruhan.