Jayapura, Euforia.id | Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Komisi V dari Fraksi NasDem, Dapil Sarmi-Mamberamo, Arifin Mansyur, menyuarakan keprihatinannya terkait tunggakan utang Pemerintah Daerah (Pemda) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang nilainya mencapai sekitar Rp 8 Miliar.
Ia mendesak agar masalah ini segera diselesaikan demi kelancaran pelayanan kesehatan masyarakat.
Arifin Mansyur mengungkapkan, berdasarkan konfirmasi ke Dinas Kesehatan Provinsi, ternyata memang ada tunggakan pembayaran ke BPJS Kesehatan sebesar kurang lebih Rp 8 Miliar.
Secara spesifik, Arifin Mansyur menyebutkan daerah pemilihannya (Dapil) yakni Kabupaten Sarmi mengalami penunggakan pembayaran BPJS dari bulan Agustus sampai September yang belum masuk.
Sementara di tingkat Provinsi, tunggakan terjadi dari bulan April hingga sekarang. Ia menduga lambatnya transfer Dana Otonomi Khusus (Otsus) menjadi salah satu penyebab masalah ini.
”Mudah-mudahan dengan adanya Pak Gubernur baru, bisa cepat diatasi karena kita tidak akan mungkin mengesampingkan kesehatan masyarakat,” tegasnya.
Ia menekankan, cita-cita Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai jika kesehatan masyarakat tidak berjalan optimal.
Arifin Mansyur mengungkapkan rencana Komisi V untuk mempertemukan Dinas Kesehatan dan BPJS demi mencari solusi atas tunggakan tersebut. Ia menekankan, masyarakat yang sakit tidak seharusnya dipersulit dengan masalah birokrasi ini.
”Masyarakat ini, kalau bahasa saya sehari-hari, janganlah orang sakit diputar-putar. Kalau orang sehat diputar-putar masih bagus, tapi kalau orang sudah sakit diputar-putar lebih sakit lagi,” ujarnya.
Selain masalah utang, Komisi V juga menyoroti adanya pelayanan di rumah sakit yang seharusnya di-cover BPJS, tetapi pasien justru dibebankan untuk mencari sendiri, seperti benang jahit atau obat dari luar saat akan atau sedang dioperasi. Hal ini menurutnya sangat membebani masyarakat yang tidak mampu.
Anggota Komisi V ini juga menyinggung aturan yang tidak meng-cover penggunaan BPJS bagi pasien yang mengalami kecelakaan di jalan akibat mengonsumsi minuman keras (miras). Ia menilai aturan ini perlu dikaji ulang.
”Kan ini, di kendaraan itu kan ada namanya pajak tahunan (STNK motor). Apa bedanya dengan bea cukai yang ditarik di rokok, yang gunanya untuk orang kena kanker paru-paru apa. Pungutan pajak kendaraan seharusnya mencakup biaya kecelakaan. Kecelakaan di jalan raya seharusnya tetap dipertimbangkan untuk penggunaan BPJS, terlepas dari kondisi mabuk, karena ada kewajiban pembayaran pajak kendaraan setiap tahun,” sebutnya.
Ia berharap kepemimpinan Gubernur yang baru dapat membawa perbaikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan melaksanakan program-program jaminan kesehatan, seperti adanya Kartu Jaminan Kesehatan yang dicanangkan.
”Kami akan fokus untuk itu. Orang susah jangan dipersulit,” tutupnya.










