JAYAPURA – Tim terbang layang PON Papua belum bisa berlatih menjelang Pekan Olahraga Nasional atau PON XXI di Aceh – Sumatera Utara yang hanya tersisa 51 hari, karena masih terkendala pembiayaan. Terbang layang membutuhkan anggaran yang tak sedikit untuk menjalani latihan karena harus membayar pesawat penarik maupun tempat berlatih.
Pada PON XXI Aceh – Sumut tahun ini, tim terbang layang Papua meloloskan tiga atlet senior lewat babak kualifikasi yang berlangsung di Lanud Suryadharma Kalijati, Subang, Jawa Barat, tahun 2023 lalu, yakni Lina Mardhiana, Andri Abdul Rohman dan Paul Mnusefer yang juga merangkap sebagai pelatih dan pengurus.
“Sampai saat ini kita belum berlatih karena belum adanya pembiayaan, sehingga sampai hari ini belum sekalipun atlet kita terbang setelah mengikuti babak kualifikasi atau Pra-PON,” kata Paul Mnusefer.
Ia menuturkan, belum adanya dukungan pembiayaan sangat berdampak pada persiapan mereka karena harus membayar pesawat penarik, penginapan maupun yang berkaitan dengan kebutuhan latihan.
“Sekarang yang tidak ada itu pesawat penarik, bayar pesawat penariknya tidak ada, biaya penginapan dan latihan juga, kita tidak bisa TC mandiri karena biaya cukup besar,” katanya.
Meski belum juga berlatih, Mnusefer masih tetap optimistis timnya bisa bersaing mendapatkan medali emas karena latar belakang tiga atlet yang akan tampil pada PON XXI nanti punya banyak jam terbang.
“Demi nama besar Papua kita harus tetap optimistis, yang penting atlet-atlet kita bisa dikasih kesempatan terbang saja di Aceh, dari tiga atlet kita ini kemungkinan ada medali emas yang bisa kita dapat. Kita akan tetap berjuang demi nama Papua,” ujarnya.
Atlet terbang layang Papua, Lina Mardhiana juga membenarkan jika dia dan rekan-rekannya belum juga berlatih. Mereka masih menunggu dukungan dari KONI Papua. Namun, ia berharap timnya segera mendapatkan dukungan karena waktu yang sudah semakin sempit menuju PON XXI.
“Olahraga kita kan beresiko, jadi kalau tidak latihan cukup riskan juga. Yah, tapi mau bagaimana lagi, kita hanya bisa menunggu saja petunjuk dari KONI,” katanya.
Ia masih optimistis dengan target medali emas yang mereka bidik di PON XXI. Tapi dia meminta secepatnya sudah harus ada persiapan sebelum bulan Agustus agar bisa berlatih di Kalijati.
“Kalau bisa secepatnya kita masih bisa ikut berlatih dengan teman-teman lain yang ada di Kalijati. Sebelum Agustus bagusnya sedangkan ini saja sudah pertengahan juli.
Tapi saya masih optimistis, kalau bisa dapat dukungan secepatnya kita masih bisa kejar target kita,” ujarnya.
Pada PON XX tahun 2021 lalu, terbang layang Papua menjadi juara umum dengan meraih lima medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Atlet mereka, Andri Abdul Rohman diluar dugaan menyumbangkan medali emas pertama untuk kontingen Papua kala itu.
Butuh Ratusan Juta
Tim terbang layang Papua membutuhkan biaya menuju PON XXI berkisar Rp 250 juta untuk melakukan persiapan maupun keberangkatan ke Aceh. Biaya yang tak sedikit itu sudah termasuk dengan ongkos angkut peralatan dan pesawat mereka. Rencananya, mereka akan mengangkut pesawat dan peralatan mereka via kapal laut ke Medan dan lanjut menggunakan jalur darat menuju Aceh.
“Perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk ke PON XXI di atas Rp 250 juta, karena kita harus mengangkut pesawat pulang pergi menggunakan satu mobil Rp 81 juta. Itu yang kita hitung sudah paling minim. Menyeberang pakai kapal sampai ke Medan, lalu dibongkar di sana baru kita lewat jalan darat ke Aceh,” kata Mnusefer.
Selain itu, mereka juga harus membawa kru sebanyak 10 orang, di antaranya teknisi ground support, termasuk penerbang pesawat penarik. Mereka juga berencana membawa semua pesawat atlet dan pesawat penarik.
“Rencana kalau kita ke sana itu kita bawa semua pesawat lengkap, bawa pesawat penariknya. Kita juga harus bayar penerbang-penerbang penarik pesawat sky rangers itu dan biayai mereka ke sana pulang pergi itu dua orang. Ditambah dengan atlet tiga dan ground support untuk angkat pesawat, teknisi, kurang lebih kita ada 10 orang nanti,” sebutnya.
Ia berharap peralatan mereka dikirim sebelum perlombaan. Karena estimasi yang dibutuhkan untuk mengirim pesawat ke Aceh memakan waktu 14 hari. Mereka hanya tinggal menunggu pembiayaan dari KONI Papua.
“Peralatan kita punya ada dan sudah standby, kita hanya butuhkan biaya pengangkutan saja ke Aceh untuk PON XXI nanti. Mengingat waktu pengantaran pesawat ke sana itu kurang lebih memakan waktu 14 hari, sehingga kita harus hitung estimasi waktu sangat penting sekali,” ujarnya.
Ia mengatakan timnya juga harus sudah bertolak ke Aceh awal Agustus mendatang untuk membaca situasi dan beradaptasi dengan venue lomba di sana. Ia menyayangkan kalau kontingen Papua terlambat bergerak karena menurutnya terbang layang punya potensi yang besar untuk membawa pulang medali.
“Kita berharap sih awal Agustus sudah harus di sana, supaya atlet kita masih bisa berlatih di sana karena atlet kita sangat potensial untuk mendapatkan medali emas. Apalagi tiga atlet kita yang akan tampil di PON XXI nanti adalah atlet senior semua. Cuma kalau kita belum lihat lokasi bertanding, akan sangat sulit,” katanya.
Lina Mardhiana juga berharap KONI dan Pemerintah Papua bisa secepatnya memberikan lampu hijau agar dia dan rekan-rekannya masih memiliki waktu untuk persiapan.
“Kita berharap sih secepatnya dapat lampu hijau, karena alat-alat kita harus segera diangkat, kalau sudah diangkat kita sudah tidak bisa latihan. Kalau sudah diangkat di sana, belum tentu kita dikasih latihan karena kita bukan tuan rumah, kalau tuan rumah yah kita bebas,” katanya.
Terpisah, ketua bidang pembinaan prestasi (Binpres) KONI Papua, Prof Saharudin Ita memprediksikan terbang layang bisa menyumbangkan medali, namun dengan kondisi seperti saat ini sulit untuk cabor-cabor Papua bisa kembali menjadi juara umum.
“Kalau untuk peluang juara umum di PON XXI itu sangat berat, tapi kalau dapat medali pasti mereka dapat. Untuk mau jadi juara umum atau target tinggi itu memang berat sekali, karena kita tahu bagaimana kondisi kita sekarang ini,” kata Saharudin Ita. (Djaps)