Jayapura, Euforia.id | Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Wilayah Maluku dan Papua telah merampungkan penyidikan kasus perdagangan satwa liar dilindungi di Kota Jayapura. Berkas perkara dengan tersangka berinisial DL (53) ini telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Tinggi Papua.
Kasus ini bermula dari operasi Patroli Terpadu yang dilaksanakan oleh Balai Gakkum Maluku Papua bersama Balai Besar KSDA Papua pada 15 Oktober 2025.
Dalam operasi tersebut, petugas berhasil mengamankan tersangka DL di kediamannya sekaligus menyita empat ekor satwa dilindungi.
Satwa-satwa tersebut terdiri dari 1 ekor Kakatua Koki (Cacatua galerita), 1 ekor Kasturi Kepala Hitam (Lorius lory), 1 ekor Nuri Bayan (Electus roratus), dan 1 ekor Perkici Pelangi (Trichoglossus haematodus).
Burung-burung yang disita dalam kasus ini memegang peran krusial dalam menjaga kelestarian ekosistem Papua.
Sebagai spesies endemik, mereka berfungsi sebagai polinator penting yang membantu proses penyerbukan tumbuhan serta penyebaran benih, yang pada gilirannya mendukung pertumbuhan hutan dan keberagaman hayati.
Kehilangan burung-burung ini akan berdampak langsung pada kerusakan ekosistem hutan, mempengaruhi rantai makanan, serta mengancam habitat lain yang bergantung pada keseimbangan alam.
Penetapan status tersangka terhadap DL dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti permulaan yang cukup.
Tersangka DL melanggar Pasal 40A ayat (1) huruf f jo angka 10 Pasal 21 ayat (2) huruf c dan/atau Pasal 40A ayat (1) huruf d jo Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.
Atas tindak pidana tersebut, tersangka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara serta denda hingga Rp10 miliar.
Fredrik Tumbel, Kepala Balai Gakkum Wilayah Maluku dan Papua, menegaskan komitmen Kementerian Kehutanan dalam memberantas kejahatan konservasi.
“Kami akan terus bertindak tegas terhadap setiap bentuk pelanggaran yang mengancam kelestarian satwa dan ekosistem Papua. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga keberlangsungan satwa endemik Papua, karena kelestariannya adalah tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.
Dwi Januanto Nugroho, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan mengungkapkan, kejahatan TSL dilindungi merupakan kejahatan dengan omset terbesar keempat di dunia setelah kejahatan narkoba, senjata api ilegal dan perdagangan manusia.
“Dari pengungkapan ini, kita ketahui bahwa perburuan TSL masih sering terjadi, oleh karena itu Ditjen Gakumhut menunjukkan komitmen penuh untuk memberantas kejahatan TSL,” pungkasnya.











