Jayapura, Euforia.d | Rapat paripurna DPR Papua pada Jumat (19/9/2025) menjadi momen penting bagi fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangan akhir mereka terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025. Dua fraksi, yaitu Gabungan Keadilan Pembangunan (GKP) dan Gerakan Amanat Persatuan (GAP) menyoroti penurunan pendapatan serta kenaikan belanja yang dinilai tidak ideal.
Ketua Fraksi Gabungan Keadilan Pembangunan, Junaedi Rahim, dalam laporannya menyoroti ketidakseimbangan fiskal yang tercermin dalam Raperda tersebut. Ia mencatat penurunan pendapatan terutama dari pajak daerah dan retribusi yang merosot tajam.
“Tentu ini sangat berimplikasi pada kapasitas fiskal daerah,” ujar Junaedi.
Di sisi lain, belanja daerah justru mengalami kenaikan sebesar Rp167,481 miliar. Junaedi menilai kondisi ini tidak sehat.
“Seharusnya penurunan pendapatan daerah diikuti juga dengan penyesuaian belanja agar tercipta keseimbangan fiskal,” tegasnya.
Menurutnya, hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai realitas dan kualitas proyeksi pendapatan yang disusun oleh Pemprov Papua.
Terkait pembiayaan, Junaedi mencatat adanya kenaikan pembiayaan neto yang signifikan, mencerminkan pendapatan yang tidak mampu menutupi belanja.
Fraksinya menyarankan agar penggunaan Silpa diarahkan pada program-program produktif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meskipun demikian, Fraksi Gabungan Keadilan Pembangunan menyatakan menerima dan menyetujui Raperda ini untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah.
Senada dengan fraksi sebelumnya, Fraksi Gerakan Amanat Persatuan yang diwakili oleh Jefry Hendri Bisai, juga memberikan catatan kritis.
Ia menyebut penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 6,67% bukanlah sekadar angka, melainkan cerminan kepercayaan masyarakat.
“Berkurangnya PAD diharapkan dapat meningkatkan PAD dengan tidak membebani rakyat kecil dan harus diikuti dengan inovasi pemungutan serta pengawasan terhadap sektor-sektor potensial,” ujar Jefry.
Fraksi ini juga menyoroti tingginya dominasi belanja operasional dalam postur APBD Perubahan 2025. Menurut Jefry, kondisi ini tidak sehat karena mengurangi ruang untuk belanja pembangunan.
Ia mendesak agar belanja diarahkan untuk memperkuat sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Jefry juga menyoroti ketergantungan Pemprov Papua terhadap dana transfer pusat dan penggunaan Silpa yang berulang. Ia mendesak Pemprov untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan tingkat penyerapan anggaran yang rendah.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi, digitalisasi, dan akuntabilitas dalam setiap rupiah yang masuk dan keluar dari kas daerah.
Menutup pandangannya, Fraksi Gerakan Amanat Persatuan menyatakan menerima dan menyetujui Raperda APBD Perubahan 2025, namun menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal pelaksanaannya agar anggaran benar-benar menjadi instrumen keadilan sosial bagi masyarakat.