Jayapura, Euforia.id | Pemerintah Provinsi Papua secara serius mendorong pengembangan ekowisata sebagai model unggulan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Langkah strategis ini tidak hanya bertujuan menjaga kelestarian alam, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru yang signifikan bagi masyarakat adat di sekitar kawasan hutan.
Plt Kepala Dinas Kehutanan Papua, Aristoteles Ap, menegaskan hutan Papua memiliki fungsi fundamental sebagai sumber kehidupan bagi masyarakatnya.
Oleh karena itu, pemanfaatannya kini diarahkan untuk memaksimalkan potensi dari jasa lingkungan dan hasil hutan nonkayu, bukan lagi dominasi dari penebangan kayu.
“Hutan Papua adalah mama bagi orang Papua. Karena dari sanalah masyarakat hidup dan mendapat hasil. Kita perlu kelola jasa lingkungan seperti ekowisata dan hasil hutan nonkayu agar manfaatnya lebih berkelanjutan,” ujar Aristoteles.
Beragam Destinasi Ekowisata Siap Dijelajahi
Konsep ekowisata ini sudah mulai diterapkan dan dikembangkan di berbagai lokasi, menawarkan pengalaman unik berbasis alam dan budaya lokal.
Di Kampung Hobong (Kabupaten Jayapura), masyarakat mengelola wisata alam berbasis Danau Sentani dengan fasilitas trekking yang menarik.
Di Kampung Yoboy, pengunjung dapat belajar langsung mengenai hutan sagu, yang merupakan salah satu komoditas pangan esensial di Papua.
Lalu Kampung Yokiwa, menawarkan jalur trekking untuk menikmati panorama alam dan kearifan budaya lokal yang autentik.
Kemudian ada Kali Biru Genyem yang menyediakan trek alam yang menantang dan wahana rekreasi ekstrem seperti flying fox. Serta kawasan wisata ‘negeri dongeng’ yang ada di Kabupaten Biak Numfor.
Semua kawasan wisata itu dikelola langsung oleh masyarakat lokal dengan pendampingan teknis intensif dari Dinas Kehutanan, memastikan tata kelola yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Aristoteles menjelaskan, ekowisata menjadi solusi ekonomi yang efektif tanpa harus merusak hutan. Kedatangan wisatawan secara langsung menciptakan perputaran ekonomi baru di tingkat masyarakat.
“Kalau pengunjung datang, mereka bisa jual makanan lokal, kerajinan tangan, atau produk hutan nonkayu. Dengan cara itu, ekonomi berputar tanpa harus menebang kayu,” jelasnya.
Selain itu, Pemprov Papua juga membina masyarakat untuk mengelola hasil hutan nonkayu (HHNK) seperti produksi madu hutan dan minyak kayu putih. Program ini sudah berjalan di beberapa lokasi, termasuk Jayapura dan Biak, yang memberi masyarakat penghasilan tambahan yang ramah lingkungan.
Pemprov Papua optimistis model pengelolaan sumber daya alam ini dapat diperluas dan menjadi contoh nasional.
“Kalau kita jaga alam, maka alam memberi hidup. Model ini bisa menjadi kontribusi Papua dalam membangun ekonomi hijau nasional,” pungkasnya.