JAYAPURA – Jika di sepak bola dunia orang pernah mengenal nama beken kiper timnas Meksiko, Jorge Campos, begitupun dengan di persepakbolaan Indonesia yang pernah ada sebuah kisah tentang Helconi Hermain. Eks kiper Persipura Jayapura ini hanya bertinggi badan 164 cm.
Helconi, perlahan mulai dilupakan para pecinta sepak bola tanah air. Hampir tak ada jejak digital yang merekam perjalanannya saat masih aktif sebagai pesepakbola.
Padahal, nama Helconi sendiri dulu pernah sejajar dengan kiper-kiper nomor wahid di kompetisi sepak bola Indonesia di era Ligina (Liga Dunhill dan Liga Kansas) seperti Hermansyah (Bandung Raya), Anwar Sanusi (Persib Bandung), Sumardi (PKT Bontang), Kurnia Sandy (Pelita Jaya) hingga kiper asing asal Trinidad & Tobago, Darryl Sinerine yang kala itu memperkuat Petromikia Putra.
Bahkan, aksi Helconi Hermain mengawal gawang Persipura kala itu mendapatkan julukan si laba-laba kecil dan ada pula yang menyandingkannya dengan kiper nyentrik timnas Meksiko, Jorge Campos.
Wajar saja, kala itu dunia masih dibuat heboh oleh aksi-aksi Jorge Campos yang tampil menawan di Piala Dunia Amerika Serikat tahun 1994 silam. Keduanya juga punya persamaan yakni sama-sama bertubuh mungil meski berposisi sebagai kiper.
Jorge Campos memiliki tinggi 168 cm, sedangkan Helconi memiliki tinggi badan 164 cm. Postur tubuh keduanya sangat tak memungkinkan atau malah mustahil untuk menjadi seorang penjaga gawang.
Gagal Perkuat Timnas
Tinggi badan yang tak memungkinkan justru tak membuat Helconi patah arang. Penampilannya bersama Persipura Jayapura di Ligina II bisa menjadi salah satu buktinya.
Kala itu, dia bukan berstatus kiper terbaik yang bermain di kompetisi Liga Indonesia, karena masih ada nama-nama sekelas Sumardi, Agus Murod, Hermansyah dan sederet kiper beken yang memperkuat klub elit lainnya.
Tapi karena aksinya yang menawan di bawah mistar plus skuat Persipura yang didominasi oleh pemain lokal membuat skuat Mutiara Hitam kala itu menjadi salah satu klub yang disegani.
Kehebatan Persipura kala itu semakin berkibar setelah berhasil melangkah ke babak semifinal Ligina II 1995/1996 yang digelar di Stadion Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta.
Meski akhirnya Persipura gagal lolos ke final dan menjadi juara, namun nama Helconi tak luput dari pantauan timnas Indonesia kala itu.
Setelah masuk dalam nominasi salah satu pemain yang akan dipanggil ke timnas Indonesia, Helconi justru gagal mewujudkan impiannya untuk mengenakan seragam kebesaran tim Garuda.
Dirinya ditolak karena faktor tinggi badan yang tidak masuk dalam kriteria penjaga gawang atau kiper ideal.
“Saya sempat masuk nominasi timnas waktu itu. Tapi masalah tinggi badan mungkin jadi pertimbangan pelatih,” kenang Helconi.
Meski sempat kecewa, namun Helconi justru tak pernah menyesali postur tubuhnya. Ia menganggap apa yang dianugerahi Tuhan padanya itu adalah kekuatan tersendiri.
“Tinggi saya memang hanya 164 cm. Tapi justru itu jadi kekuatan tersendiri. Bagi saya, yang penting jangan kalah nyali,” ujarnya.
Bangga Jadi Bagian Persipura
Helconi tak hanya sekadar bercerita tentang kisahnya yang pernah ditolak oleh tim nasional Indonesia. Tapi ia juga menceritakan panjang lebar tentang bagaimana dirinya mengawali karier di Persipura Jayapura.
Semua berawal dari klub Persijatim, jauh sebelum diakuisisi dan berganti nama menjadi Sriwijaya FC. Sekitar tahun 1994 kata Helconi mengenang, ia mulai mengenal sosok Tumpak Sihite, salah satu pelatih terbaik di persepakbolaan Indonesia kala itu.
Tumpak Sihite yang akrab disapa opung oleh anak asuhnya itu adalah orang yang paling berjasa terhadap kelanjutan karier seorang Helconi. Opung lah yang membawa Helconi merantau jauh hingga ke Papua dan memperkuat Persipura Jayapura.
“Pelatih yang berjasa besar membentuk karakter saya yakni pak Tumpak Sihite. Beliau dulu pelatih di Pusri Palembang. Dari situ hubungan kerja kami berlanjut sampai di tim Persijatim,” kenangnya.
“Hingga di sebuah momen, Persipura menggelar TC di Jakarta dan homebasenya di asrama haji Jakarta timur, dan saudara-saudara saya ini berlatih di lapangan Halim, dan kebetulan juga satu tempat dengan Persijatim. Nah, kebetulan Pak Tumpak waktu itu sudah melatih Persipura. kalau tidak salah, Persipura baru selesai mengikuti turnamen di Manado,” sambungnya.
Begitu tahu dirinya diajak bergabung bersama Persipura, Helconi merasa tersanjung dan bangga akhirnya bisa bermain bersama klub selegendaris Persipura yang kala itu diperkuat oleh sejumlah pemain lokal yang rata-rata berkualitas.
“Saat masih di Persijatim, kita mendapat kehormatan berlatih tanding dengan Persipura. Disitu baru saya rasakan ganasnya pemain Persipura dalam artian kekuatan mereka, saya dibombardir habis-habisan,” ucapnya.
“Mungkin dari situ Pak Tumpak atas persetujuan manajer saat itu Almarhum Bapak Spencer Infandi dan terutama saudara-saudara saya para pemain meminta saya bergabung dengan Persipura. Sampai saat ini beliau berdua selalu ada di hati terdalam. Atas jasa-jasa beliau saya bisa seperti saat ini,” tuturnya.
Mengawali debut bersama Persipura di era Ligina II bersama para pemain lokal asal Tanah Papua tak membuat Helconi canggung. Ia langsung menyatu dengan karakter bermain anak-anak Papua.
Alhasil, di debutnya itu Persipura berhasil diantarkannya ke babak semifinal di Stadion bersejarah Gelora Bung Karno, Senayan.
Meskipun gagal menjadi juara, Helconi mengaku bangga, karena saat itu hanya Persipura dan Persib Bandung yang bermain tanpa menggunakan jasa pemain asing.
“Kami di ligina II sampai di semifinal, dan di liga III sampai babak 8 besar. Dan memang awal-awal liga itu Persipura dan Persib yang tanpa pemain asing. Itu betul-betul kita berjuang dengan kebersamaan dan penuh kekeluargaan meskipun banyak keterbatasan,” tandasnya.
Kini, 16 tahun berlalu dari akhir pengabdiannya di Persipura, Helconi menjalani kehidupan barunya sebagai seorang ASN dan menjabat sebagai Sekretaris BPKAD Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua. (Djaps)