Menu

Mode Gelap

Papua

Tragedi Kematian Ibu Hamil: Gubernur Fakhiri Akui Bobroknya Pelayanan Rumah Sakit

badge-check


					Gubernur Papua Matius D. Fakhiri didampingi Ny. Eva Fakhiri, Penjabat Sekda Papua Christian Sohilait, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Papua Arry Pongtiku, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Anton Tony Mote, ketika menemui keluarga Alm Irene Sokoy Perbesar

Gubernur Papua Matius D. Fakhiri didampingi Ny. Eva Fakhiri, Penjabat Sekda Papua Christian Sohilait, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Papua Arry Pongtiku, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Anton Tony Mote, ketika menemui keluarga Alm Irene Sokoy

Jayapura, Euforia.id | Kematian seorang ibu hamil dan bayinya adalah tragedi yang memilukan. Namun, kisah duka yang menimpa keluarga besar Kabey-Sokoy di Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, terasa lebih memalukan ketika penyebab kematian diduga kuat karena buruknya pelayanan rumah sakit yang lebih mendahulukan prosedur administrasi daripada nyawa manusia.

​Almarhumah Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya meninggal dunia pada Senin (17/11/2025) dini hari, sekitar pukul 05.00 WIT. Keduanya menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan bolak-balik menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura, setelah sebelumnya ditolak di beberapa rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.

Duka mendalam ini diceritakan langsung oleh Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, yang merupakan mertua almarhumah, di hadapan Gubernur Papua Matius D. Fakhiri pada Jumat (21/11/2025) malam di dermaga perahu Jembatan Kuning (Jeku) Sentani.

​”Apa yang keluarga kami alami adalah hal yang sangat menyakitkan. Kami dari kampung datang minta pertolongan medis, tapi tidak dapat pelayanan yang baik,” ujar Abraham Kabey.

Menurut ia, Minggu (16/11) siang, Irene Sokoy yang sedang hamil anak ketiga, mulai merasakan kontraksi di Kensio, Kampung Hobong, sehingga keluarga memutuskan segera membawa almarhumah menggunakan speedboat ke RSUD Yowari, Kabupaten Jayapura.

​Selama berada di RSUD Yowari, keluarga melihat kondisi Irene semakin memburuk dan mengalami sesak napas. Bahkan bayi dalam kandungan tidak kunjung lahir karena kondisi tubuh yang terlalu besar. Namun, keluarga menyayangkan tidak ada tindakan medis karena alasan dokter sedang tidak berada di tempat.

​Menjelang Tengah Malam, keluarga meminta rujukan, tetapi proses pembuatan surat lambat dan berlarut-larut. “Kami keluarga sempat ribut karena pelayanan sangat lama, hampir jam 12.00 malam, surat belum juga dibuat,” ujar Abraham Kabey.

Ia menyampaikan mobil ambulans baru tiba sekitar pukul 01.22 WIT. ​Surat rujukan pertama mengarahkan keluarga ke RS Dian Harapan Waena, Kota Jayapura. Namun, di sana keluarga mengaku kembali ditolak dan hanya diberikan ruangan yang gelap dan panas.

​”Rujukan yang diberikan RSUD Yowari tanpa adanya koordinasi. Kalau seandainya sebelumnya sudah ada koordinasi, tidak mungkin kami dibuat seperti ini tanpa ada tindakan medis,” katanya.

Penolakan serupa terjadi di RSUD Abepura. Pihak RS menolak melayani dengan berbagai alasan. “RS Abepura malah lebih parah. Macam tidak ada tanggapan sampai sempat ada keributan antara keluarga dengan perawat yang bertugas saat itu, sebab karena tidak ada dokter,” sambungnya.

​Saat kondisi Irene semakin memburuk, keluarga memutuskan untuk membawa ke RS Bhayangkara di Kotaraja, Kota Jayapura. Dokter di sana sempat memeriksa rujukan, dan dua perawat melihat pasien di dalam mobil.

​Ironisnya, alih-alih memberikan pertolongan pertama, pihak rumah sakit malah menyampaikan jika kamar rawat inap BPJS penuh dan yang tersisa hanya kelas VIP. Keluarga diminta untuk membayar uang muka sebesar Rp4 juta.

​Karena tidak memiliki uang sebanyak itu, permohonan keluarga agar tindakan medis didahulukan dan administrasi menyusul ditolak. Setelah negosiasi yang gagal, dokter memberikan surat rujukan ke RSUD Jayapura.

​Akhirnya mobil ambulans meninggalkan RS Bhayangkara sekitar pukul 03.30 WIT. Namun, saat memasuki kawasan Entrop, Kota Jayapura. Irene Sokoy mengalami kondisi kritis. Mulutnya mengeluarkan busa dan napasnya tersengal-sengal.

​Melihat itu, keluarga memutuskan untuk kembali ke RS Bhayangkara, tetapi setibanya di sana sekitar pukul 05.00 WIT, nyawa Irene Sokoy dan bayinya sudah tidak dapat diselamatkan.

​”Kami sangat menyesal dengan tindakan para petugas rumah sakit yang tidak ada rasa kemanusiaan, sehingga menyebabkan dua nyawa yang kami sayangi harus melayang,” katanya.

​Hal Sendana disampaikan suami almarhumah, Neil Kabey. Ia menyoroti buruknya pelayanan RS terhadap istri dan anaknya, terutama ketiadaan dokter saat pasien sangat membutuhkan penanganan.

“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti jika memang dokter saat itu tidak ada,” kata Neil.

​Menanggapi kisah pilu ini, Gubernur Papua Matius D. Fakhiri yang saat itu datang didampingi Ny. Eva Fakhiri, Penjabat Sekda Papua Christian Sohilait, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Papua Arry Pongtiku, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Anton Tony Mote, serta perangkat kampung setempat menyampaikan permohonan maaf dan duka cita mendalam.

​”Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokoan pelayanan kesehatan di provinsi di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kejadian dan kebodohan jajaran pemerintah mulai dari atas sampai ke tingkat bawah. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah,” tegas Fakhiri.

Gubernur Fakhiri berjanji akan segera melakukan evaluasi mendalam dan memastikan semua direktur RS yang berada di bawah pemerintah provinsi akan diganti. Ia juga menyebut banyak peralatan medis yang rusak karena diabaikan oleh para direktur.

​”Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di RS yang ada di Provinsi Papua. Saya yakin ada sekat-sekat yang merusak pelayanan di RS. Saya pastikan akan memperbaiki ini,” tekannya.

Menurut Gubernur Fakhrii kejadian ini, tentunya akan menjadi pelajaran berharga bagi kami (pemerintah) untuk menghadirkan pelayanan kesehatan yang prima bagi masyarakat. Termasuk akan memanggil semua direktur RS pemerintah maupun swasta.

“Kami akan panggil dalam rangka menyatukan visi misi dalam melayani kesehatan di Provinsi Papua. Saya sudah berulang kali sampaikan, layani dulu pasien baru urusan yang lain. Hal ini akan saya sampaikan ulang ke seluruh direktur RS dan kepala dinas kesehatan yang ada,” katanya.

“Sebagai gubernur, tentunya saya tidak perlu takut dan tidak perlu malu untuk menyampaikan permohonan maaf. Ini pembelajaran yang sangat berharga kepada kami pemerintah,” pungkasnya.

Baca Lainnya

Gubernur Lantik Christian Sohilait jadi Pj Sekda

20 November 2025 - 17:58 WIB

RAPBD Papua 2026 Ditargetkan Rampung Desember

20 November 2025 - 14:50 WIB

Kekerasan Perempuan dan Anak Hambat IPM, Pemprov Papua Perkuat Pelayanan Terpadu

20 November 2025 - 13:43 WIB

Gubernur Rampungkan Safari Lintas Kementerian, Fokus Percepatan Pembangunan

17 November 2025 - 21:51 WIB

Trending di Papua